Tjokroaminoto, HOS
Karir politiknya dimilai tahun 1912 setelah berkenalan dengan Haji Samanhudi, pendiri dan pemimpin Sarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Sarikat islam (SI). Tahun 1913, SI mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda supaya diakui sebagai Badan Hukum untuk seluruh Indonesia, namun ditolak. Untuk kepentingan SI, Tjokroaminoto mendirikan NV Setia yang menerbitkan Harian Urusan Hindia yang langsung dipimpinnya sendiri. Tulisannya banyak mengecam pemerintah kolonial.
Tahun 1923, harian ini dilarang terbut. Di samping itu sebagai pengacara, Tjokroaminoto sering membela anggota SI yang dituduh melanggar hukum serta terkenal cerdas dan terampil. Pada Juni 1916, di Bandung diadakan Kongres Nasional pertama SI dan Tjokroaminoto berpidato. Pada penutup pidatonya, dia mengatakan “Hak-hak dan kebebasan politik baru diberikan kepada rakyat kalau rakyat itu meminta sendiri dengan memaksa. Jarang sekali terjadi bahwa hak kebebasan itu diberikan sebagai hadiah oleh suatu pemerintah yang tiran dan zalim, hak-hak dan kebebasan itu dicapai dengan revolusi.”
Pada tahun 1917, Tjokroaminoto dan Abdul Muis menjadi anggota Volksraad. Dalam Volksraad, Tjokroaminoto banyak mengeluarkan pendapat yang membela rakyat. Tahun 1920, Tjokroaminoto mengajukan mosi agar di dalam Volksraad disusun parlemen yang sebenarnya, namun tersebut ditolak pemerintah. Pada tahun 1923, Tjokroaminoto bersama H. Mas Mansyur dan H. Sujak menghadiri Muktamar Islam sedunia di Mekkah. Pada kesempatan itu, Tjokroaminoto menunaikan ibadah haji dan tahun 1926 telah menyandang gelarnya dan terkenal dengan nama Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Pemimpin pergerakan Indonesia yang mendapat sebutan dari Belanda sebagai Raja Jawa tanpa mahkota menggambarkan betapa besar pengaruhnya di kalangan masyarakat sekaligus rasa khawatir Belanda menghadapi tokoh ini. “Maju terus pantang mundur” ungkapan yang paling tepat bagi HOS Tjokroaminoto karena tidak pernah berhenti berjuang melalui SI yang dipimpinnya.