Tjut Meutia
Peperangan yang berlangsung cukup lama dan alot menampilkan pejuang-pejuang Aceh, laki-laki dan pertempuan yang terkenal keberaniannya, salah satu di antaranya adalah Tjut Meutia. Setelah bercerai dengan suaminya (Teuku Tjik Bintara), Tjut Meutia menikah lagi dengan Teuku Tjik TUnong dan tinggal di Kemremtoe yang belum dijamah Belanda dan membentuk pasukan serta melancarkan serangan-serangan gangguan terhadap patroli Belanda yang hingga tahun 1889 cukup memusingkan pihak Belanda. Antara tahun 1901-1903, bersama suaminya memimpin aksi-aksi penghadangan dan sabotase di Aceh Utara. Dalam suatu pertempuran melawan Belanda yang akan menyerang Paya Ciciem, pasukan Tjik Tunong berhasil memperoleh 57 pucuk senjata dan semua serdadu Belanda tewas kecuali komandannya yang berhasil melarikan diri.
Tjut Meutia mendampingi suaminya dengan setia sambil belajar taktik perang yang dilakukan pasukan Tjik Tunong. Sultan Aceh menyerah kepada Belanda tanggal 20 Januari 1903, maka Tjik Tunong beserta pasukannya melaporkan diri kepada komandan pasukan Belanda di Lhokseumawe. Kemudian bersama istrinya (Tjut Meutia) dan anaknya (Teuku Raja Sabi) pergi ke Jrat Mayang lalu ke Taupin Gajah, dan tinggal di situ.
Tahun 1905 terjadi serangan terhadap serdadu Belanda oleh Peutua Oulah dan anak buahnya karena sebelum terjadi serangan, Peutua Oulah pergi ke rumah Tjik TUnong, maka Tjik Tunong ditangkap dan dihukum tembak. Setelah suaminya gugur, Tjut Meutia bersama-sama Pang Nangroe (tangan kanan almarhum suaminya) yang kemudian menjadi suaminya meneruskan perjuangan melawan Belanda.
Tahun 1910, Pang Nangroe tewas ditembak, Tjut Meutia tetap memimpin sisa-sisa pasukannya yang tinggal 45 orang dengan 13 pucuk senapan dan meneruskan perjuangan melawan Belanda. Untuk menghimpun kekuatan yang lebih besar, Tjut Meutia memindahkan pasukannya ke Gayo bergabung dengan pasukan Tengku Seupet Mata. Namun secara tiba-tiba pasukan Belanda menyerang dan beberapa butir peluru menyebabkan beliau gugur dengan pedang terhunus di tangannya.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Ibu rumah tangga yang cinta bangsa tak kenal takut berperang terus menerus dengan Belanda dan anak selalu dibawa serta. Detik-detik terakhir hidupnya dengan pedang terhunus menyerang musuh dan srikandi pemberani itupun gugur bagi negerinya.