Menu
PAHLAWAN NASIONAL

Radjiman Wedyodiningrat, K.R.T., Dr

Berdasarkan: Keppres No.68/TK/Tahun 2013, Tanggal 6 November 2013

Radjiman Wedyodiningrat selain seorang dokter juga merupakan salah satu tokoh pemikir pembentukan bangsa Indonesia. Dalam perjuangannya, ia lebih dikenal sebagai ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, karena ia merupakan salah satu peletak dasar negara Republik Indonesia. Sesungguhnya perjuangan Radjiman telah dimulai jauh sebelum zaman jepang. Ia berjuang bersama Budi Utomo mempertahankan prinsip perjuangan Budi Utomo yang bersifat kebudayaan. Pemikiran kebangsaannya diwarnai dengan semangat mempertahankan budaya Jawa dan mengakomodasi dengan budaya lain yang datang. oleh karena itu, ia termasuk pemberi warna awal dari kebangsaan yang kemudian berkembang menjadi Indonesia.

Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat lahir pada 21 April 1879 di Desa Melati, Kampung Glondongan, Kota Yogyakarta, ibunya berdarah Gorontalo. Sejak kecil Radjiman dididik untuk memiliki jiwa yang bersahaja, suka bekerja keras, tabah, dan ksatria.

Hal ini karena ia menyadari dari kalangan rakyat biasa. Ia berhasil mengenyam pendidikan hingga ke negeri Belanda, Perancis, Inggris, dan Amerika. Ia berhasil memperoleh gelar dokternya di negeri Belanda pada usia 20 tahun. Sedangkan gelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) ia peroleh dari Kesultanan Yogyakarta karena jasanya bertugas di sebuah rumah sakit di Yogyakarta pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Radjiman mengawali pendidikannya dengan menyelesaikan Europese Lagere School (ELS) pada 1893. Setamat ELS tahun 1893, ia diterima di Sekolah Dokter Jawa di Batavia dan menyandang gelar Indisch Art pada 1899.

Radjiman memulai karirnya sebagai seorang dokter yang bertugas di rumah sakit CBZ di Batavia. Dari Batavia, ia bertugas di berbagai daerah antara lain mengabdi sebagai dokter di Banyumas (1899), Purworejo (1899), dan Semarang (1900), Madiun (1901), Sragen (1905), dan Lawang (1905). Setelah bekerja di Lawang, Jawa Timur, pada tahun 1906 ia melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi di Amsterdam sampai meraih gelar Arts (dokter) pada tahun 1910.

Keberhasilan tersebut mendudukannya sejajar dengan para dokter berkebangsaan Belanda. Sebagai dokter muda, banyak pengalaman yang diperoleh selama bertugas di berbagai daerah dan merasakan penderitaan rakyat di pedesaan. Dari sini ia mendapat inspirasi sebagai pejuang kemerdekaan. Dalam tugasnya ia sering melihat perlakuan kejam pihak penjajah terhadap penduduk pedesaan. Hal inilah yang memotivasi dirinya dan kawan-kawan untuk memperjuangkan nasib bangsanya, walaupun memerlukan waktu yang panjang untuk mewujudkannya.

Setelah bertugas di berbagai pelosok daerah, Radjiman kemudian mengajukan permohonan untuk berhenti dari pegawai pemerintah pada 1905. Setelah itu, ia kemudian mengabdikan diri dan ilmunya di Keraton Surakarta sebagai dokter keraton. Berkat pengabdian dan jasanya yang besar dalam pelayanan kesehatan di Keraton Surakarta, Pakubuwono X kemudian memberikan suatu gelar kehormatan “Kanjeng Raden Tumenggung” (KRT) dengan nama Wedyodiningrat.

Radjiman berkesempatan untuk studi ke luar negeri untuk memperoleh gelar Europees Art pada tahun 1910 di Amsterdam. Ia kemudian melanjutkan studinya di bidang Ilmu kebidanan di Berlin, jerman. Ia kemudian memperdalam Ilmu Rontgenologie pada 1919 di Amsterdam.

Kehausan akan ilmu ia kemudian memperdalam ilmu Gudascopie Urinoir di Paris, Perancis pada 1931. Pada masa pergerakan nasional, Dr. Radjiman Wedyodiningrat merupakan salah satu di antara tokoh pergerakan nasional yang berkiprah melalui Budi Utomo sejak organisasi tersebut didirikan hingga berubah menjadi Partai Indonesia Raya pada 1935. Ua merupakan salah satu pendiri Boedi Oetomo dan menjadi ketua pada 1914-1915.

Pada tahun 1918 ia menjadi salah seorang anggota Volksraad (Dewan Rakyat) bentukan pemerintah hindia Belanda dan duduk selama beberapa periode hingga tahun 1931 sebagai wakil dari Boedi Oetomo. Ia juga beraktivitas dalam parlemen. Ia memimpin penerbitan majalah tengah bulanan Timbul (1926-1930). Di majalah tersebut, Radjiman banyak menulis terutama mengenai kesenian Jawa dan kawruh Jawa.

Pada zaman pendudukan Jepang, Radjiman duduk sebagai anggota Shu Sangi kai (Dewan Pertimbangan Daerah) Madiun, kemudian Radjiman diangkat menjadi anggota Chuo Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat) pada tahun 1940. Ketika Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) dibentuk, Radjiman menjadi anggota Majelis Pertimbangan Poetera. Perkembangan politik dunia pada masa pendudukan sangat cepat, setelah Jepang terdesak dalam medan perang Pasifik, Jepang kemudian memberikan janji kemerdekaan, dan salah satu wujudnya adalah membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di Jawa pada akhir Mei 1945 dengan Radjiman sebagai ketuanya.

Melalui BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) inilah Radjiman berperan dalam membangun pondasi bangsa Indonesia. Sidang BPUPKI diawali pertanyaan dari Radjiman tentang dasar negara apa jika kelak Indonesia telah merdeka.

Pertanyaan ini dijawab anggota BPUPKI dengan berbagai usulan tentang dasar negara, di antaranya Bung Karno dengan mengusulkan dasar negara yang ia namakan Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Muhammad Yamin, Soepomo, dan Ki Bagus Hadikusumo. Kepedulian sosial ia cukup tinggi terhadap kehidupan masyarakat. Karena keprihatinannya melihat kehidupan masyarakat Ngawi yang terserang penyakit Pes, Radjiman memutuskan pindah ke Ngawi pada tahun 1934, ia menetap di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren. Sejak saat itu ia mengabdikan dirinya menjadi dokter ahli pes. Kepedulian lainnya yang dilakukan oleh Radjiman adalah memberdayakan dukun bayi di Ngawi dengan memberikan pelatihan agar dapat mencegah kematian ibu saat melahirkan dan juga bayinya. Ia sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat, terutama mereka yang tidak mampu. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Kepeduliannya kepada masyarakat bukan hanya melalui keahliannya sebagai dokter, Radjiman juga ternyata memberikan pengajaran kepada anak-anak di Desa Dirgo yang tidak bisa mengenyam pendidikan.

Pada awal kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, sleuruh badan perwakilan, baik yang didirikan RI maupun Belanda digabung dalam DPR-RI. Sebagai anggota tertua, mendapat kehormatan memimpin rapat pertama lembaga itu. Pada tahun 1950-1952 menjadi anggota DPR di Jakarta. walaupun telah berusia lanjut, pikirannya masih jernih sehingga diangkat sebagai sesepuh.

Dalam perjalanan hidupnya ada sosok tokoh yang sangat berpengaruh pada pribadi dan pemikiran Radjiman, di antaranya dr. Wahidin Soedirohusodo. Wahidin merupakan orang yang berjasa dalam membentuk karir Radjiman. Ia menjadi ayah angkat Radjiman semasa ia sekolah dalam kondisi kekurangan dana. Wahidin pada waktu itu sudah menjadi tokoh penting dengan cita-cita studi fonds-nya telah membantu Radjiman, sekaligus membentuk pribadinya.

Sosok berikutnya yang cukup berpengaruh terhadap kehidupan dan pemikiran Radjiman adalah Pakubuwono X. Pengabdian Radjiman sebagai dokter Keraton Surakarta membuat Pakubuwono memberikan gelar Wedyodiningrat kepada radjiman. Dampak pemberian gelar ini telah mengangkat strata psikis sosial bagi Radjiman sehingga naik ke teras lingkungan istana. Kondisi ini menjelma ke dunai luar keraton khususnya dunia politik.

Posisinya yang semakin strategis ini interaksi Radjiman semakin mantap dari dunia kedokteran menjadi dunia politik praktis. Secara operasional Radjiman menghubungkan kaitan istana dengan organisasi Boedi Oetomo. Radjiman mampu memobilisasinya dengan baik tokoh-tokoh pergerakan yang lebih muda. Dalam mobilisasi inilah ia bertemu dengan sosok Soekarno yang juga membawa pengaruh dalam aktivitas politik Radjiman yang membawa nasionalisme Jawa ke nasionalisme Indonesia.

Pada tanggal 20 September 1952, dr. Radjiman Wedyodiningrat menghembuskan nafas terakhirnya di Desa Dirgo, Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta. Berdekatan dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang yang telah membesarkannya. Rumah kediaman dr. Radjiman Wedyodiningrat di Ngawi kini sudah menjadi situs berusia 134 tahun.

IKATAN KELUARGA PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA

Meneguhkan Persatuan Bangsa yang Berdaulat, Adil, dan Makmur

WEB TERKAIT

Informasi

Hubungi Kami

Kementerian Sosial, Gedung C, Lantai Dasar
Jl. Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat
IKPNI.com merupakan situs resmi yang diakui oleh Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia. Seluruh konten serta opini dalam situs ini berdasarkan fakta-fakta yang tersedia, namun tidak mewakili pendapat Inspira Mediatama. Konten dalam situs ini sebaiknya tidak dijadikan dasar oleh pembaca dalam mengambil keputusan komersial, hukum, finansial, atau lainnya. Pada artikel yang sifatnya umum, pembaca disarankan mencari pendapat dari profesional sebelum menanggapi dan mengoreksi konten informasi yang dipublikasi jika mungkin tidak sesuai dengan pandangan pembaca. Publisher tidak bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian yang tayang, bagaimanapun disebabkan. Website ini dibuat untuk IKPNI dengan hak cipta. Kepemilikan merek dagang diakui. Dilarang menyalin, menyimpan, atau memindahkan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari publisher.
Kilas Sejarah Hari Ini
5 Oktober 2004

Sulawesi Barat menjadi provinsi sendiri

Sejak tahun 1960, pembentukan Provinsi Sulawesi Barat telah diperjuangkan namun ditolak pada 1963 ketika pemerintah pusat justru membentuk Provinsi Sulawesi Tenggara. Momentum pembentukan provinsi baru ini mencuat setelah gerakan reformasi 1998, tepatnya pada tahun 1999. Perjuangan panjang ini akhirnya menemui...

Selengkapnya...
Sulawesi Barat menjadi provinsi sendiri ( 5 Oktober 2004 )
1
"Hallo, Admin. Website IKPNI."
Powered by