Gatot Subroto, Jend.
Saat Jepang datang ke Indonesia, bergabung dengan PETA, menjalani pendidikan di Bogor. Usai pendidikan diangkat menjadi Chundanco (Komandan Kompi) untuk wilayah Sumpiyuh, Banyumas. Setelah proklamasi Kemerdekaan, karir militernya terus berkembang. Ketika TKR dibentuk, diangkat sebagai Kepala Siasat Divisi V di bawah Kolonel Sudirman dan mendampinginya dalam pertempuran di Ambarawa.
Setelah pengakuan kedaulatan RI, Gatot Subroto diberi amanat sebagai Panglima Tentara dan Teritorim Jawa Tengah di Semarang untuk memulihkan keamanan akibat gangguan pemberontakan DI/TII. Pada tahun 1953, dipindah tugaskan ke Makassar sebagai Panglima Tentara dan Teritorium VII Wirabuana, dan menumpas pemberontakan yang dipimpin Kahar Muzakar. Dalam tugas sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Gatot menindak pemberontakan PRRI/PERMESTA di Sumatera Barat dan Sulawesi Utara.
Perhatiannya terhadap pendidikan militer cukup besar, antara lain gagasannya untuk mendirikan Akademi Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Gagasan tersebut kemudian terwujud. Jenderal Gatot Subroto adalah Pangdam pertama Diponegoro. Jenderal Gatot Subroto dikaruniai 6 orang anak, 2 putri dan 4 putra.
Mendapat 18 tanda jasa dan dimakamnya ditancapkan bendera merah putih dengan tiang bamboo runcing oleh Ketua Dewan Harian Nasional 45, Bapak H. Jend. Surono. Beberapa monumen Jenderal Gatot Subroto dibangun, lokasinya antara lain : Palagan Ambarawa Purwokerto, RSPAD Gatot Subroto, PALAD (Peralatan Angkatan Darat) Lapangan Kopasus Tegal, AKABRI Magelang, Yatim Piatu Gatot Subroto Semarang.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Jenderal berkumis tebal, berjenggot Indah dan selalu memegang cangklong ini seperti ayah bagi anak buahnya, bahkan mendapat julukan Bapak Asrama TNI karena kepedulian terhadap kesejahteraan anak buahnya. Kebiasan memanggil ‘monyet’ pada orang dekatnya merupakan kenangan dan keindahan tersendiri bagi yang mendengarnya.