Bernard Wilhelm Lapian
Bernard Wilhelm Lapian lahir tanggai 30 Juni 1892, di Minahasa Sulawesi Utara. la memperoleh pendidikan di ELS Amurang dan kursus-kursus setingkat MULO. Ia meninggal dunia pada 5 April 1977 dan dimakamkan di Jakarta.
Semasa bekerja di Batavia, BW Lapian menulis di surat kabar Pangkal Kemadjoean, yang memperlihatkan sikap nasionalis untuk membebaskan warga Indonesia dari kolonialisme. la kemudian mendirikan surat kabar Fadjar Kemadjoean (1924-1928) yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat dan sekembali ke Kawangkoan pada tahun 1940 menerbitkan Semangat Hidoep yang isinya mengobarkan perlawanan terhadap propaganda kolonial yang mengajak warga Minahasa loyal kepada Belanda.
Pada tahun 1930-1934 menjadi anggota Dewan Minahasa dan memperjuangkan pembangunan fasilitas publik, infrastruktur, rumah sakit dan lainnya bagi kepentingan masyarakat. Ketika gereja nasionalis pertama yang mandiri, rnerdeka lepas dari campur tangan pemerintah colonial didirikan, BW lapian diangkat sebagai sekretaris Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) tahun 1930. la menjadi anggota Volksraad tahun 1937 dan bergabung dalam Fraksi Nasional berjuang mencapai kemerdekaan nasional dengan mengusahakan perubahan ketatanegaraan, menghapuskan perbedaan politik, ekonomi dan intelektual di kalangan masyarakat.
Semasa pendudukan Jepang pernah menjadi Gunco (Kepala Distrik), dan pada tahun 1945 menjadi Walikota Manado. Pada 14 Februari 1946 mengibarkan bendera merah putih dan peristiwa ini tersiar melalui radio ke Australia dan BBC London, Radio San Fransisco hingga seluruh dunia. Pada tanggal 16 Februari 1946 ia terpilih sebagai Kepala Pemerintahan Sipil Sulawesi Utara, ia menyatakan bahwa Sulawesi Utara bagian tak terpisahkan dari Republik Indonesia dan bukan propinsi ke-12 negeri Belanda.
Karena menolak mengembalikan kekuasaan pemerintah kepada NICA, BW Lapian dimasukkan ke aalam penjara di Teling Manado, dan tahun 1947 dipindahkan ke penjara Cipinang di Jakarta, tahun 1948 ke Sukamiskin, Bandung sampai dibebaskan tanggal 20 Desember 1949.
Pada masa setelah kemerdekaan pada tahun 1950, ia aktif sebagai Acting Gubernur Sulawesi Utara dan membantu menyelesaikan masalah perlawanan Kahar Muzakar secara damai. la juga membuka lahan di Dumoga, Sulawesi Utara untuk area permukiman dan persawahan, membuka jalan raya menghubungkan Kotamobagu dengan daerah Molibago, membentuk DPRD di seluruh Provinsi Sulawesi dan menyelenggarakan pemilu pertama daerah Minahasa 14 Juni 1951.
Setelah pensiun, BW Lapian bertugas sebagai staf Perdana Menteri khususnya Biro Rekonstruksi Nasional berkoordinasi dengan provinsi-provinsi berkenaan dengan urusan transmigrasi, membantu KSAD Letjen A.H. Nasution dalam menangani masalah Permesta, dan mengaktifkan kembali surat kabar Semangat Hidup 20 Oktober 1960 guna mengimbangi siaran media pihak Permesta.
Sampai akhir hayatnya ia aktlf dalam kegiatan gereja dan menduduki posisi sebagai Ketua Pucuk Pimpinan Gereja KGPM (Kerapatan Gereja Protestan Minahasa).
BW Lapian semasa hidupnya mendirikan Surat Kabar Pangkal Kemadjoean, Fadjar Kemadjoean, dan Semangat Hidup yang isinya mengobarkan perlawanan terhadap propaganda kolonial Belanda.
Selain berjuang di bidang jurnalistik, ia juga aktif di bidang agama dan politik sebagai anggota Dewan Minahasa, Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM), Anggota Volksraad yang tergabung dalam Fraksi Nasional untuk berjuang mencapai kemerdekaan Indonesia. Sikapnya yang anti kolonial menyebabkan ia dipenjara oleh pemerintah NICA dari tahun 1946 sampai dengan 20Desember 1949.
Atas jasa dan perjuangannya terhadap bangsa dan negara, Pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 116/TK/Tahun 2015 tanggal 4 November 2015, ia pun kemudian dimakamkan di TMP Utama Kalibata.