
PKI dan Ancaman Ideologi: Refleksi Sejarah untuk Menjaga Pancasila dan UUD 1945
Awal Gerakan Komunis dan Anti-Imperialisme
Pada awal abad ke-20, Hindia Belanda berada di bawah kuatnya dominasi kolonial Belanda. Dalam suasana itu muncul berbagai gerakan politik, termasuk gerakan komunis yang diperkenalkan oleh Henk Sneevliet melalui Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) pada tahun 1914 di Semarang.

Orang pertama yang membawa komunisme ke Indonesia. Henk Sneevliet diusir dari Hindia Belanda karena dianggap menghasut rakyat untuk melawan pemerintah kolonial. Berakhir dieksekusi Nazi.
ISDV, yang awalnya beranggotakan orang-orang Belanda, kemudian membuka diri bagi kaum pribumi. Gerakan ini memperkenalkan paham Marxisme-Leninisme sebagai alat perjuangan melawan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme. Para aktivis ISDV juga terhubung dengan gerakan internasional seperti Liga Anti-Imperialisme, yang mempertemukan kaum revolusioner dari berbagai negara jajahan untuk melawan kekuasaan kolonial.
Semaun dan Generasi Awal PKI
Salah satu tokoh pribumi yang menonjol adalah Semaun, seorang buruh kereta api dan pemimpin serikat buruh. Semaun melihat ajaran komunis sebagai jalan perlawanan terhadap penindasan kolonial. Bersama Darsono, Alimin, dan Musso, ia memperkuat basis gerakan komunis di kalangan buruh dan tani.

Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya. Pada bulan Mei 1921, ketika Partai Komunis Indonesia didirikan setelah pendiri ISDV dideportasi, Semaoen menjadi ketua pertama.
Pada tahun 1920, ISDV resmi berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), menjadikannya partai komunis pertama dan salah satu yang tertua di Asia. PKI juga bergabung dengan Komunis Internasional (Komintern) yang berpusat di Moskow, sehingga memiliki jaringan internasional yang kuat.
Pemberontakan PKI 1926–1927
PKI kemudian mencoba melakukan pemberontakan besar melawan kolonialisme pada tahun 1926–1927 di Jawa Barat, Banten, dan Sumatra Barat. Namun pemberontakan ini gagal total. Ribuan orang ditangkap, sementara banyak tokoh diasingkan ke Boven Digoel atau keluar negeri.
Meski lumpuh, ideologi komunisme tetap hidup melalui jaringan bawah tanah dan tokoh pelarian, hingga kembali muncul setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945.
PKI Pasca Kemerdekaan Indonesia
Pada September 1948, PKI di bawah kepemimpinan Musso kembali melancarkan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan ini gagal, Musso tewas, dan banyak pengikutnya ditangkap. Namun pada dekade 1950–1960-an, PKI bangkit kembali di bawah pimpinan D.N. Aidit, M.H. Lukman, dan Njoto.

Sejumlah tentara yang disebut sebagai tentara pro-PKI saat menguasai Kota Madiun pada September 1948. (https://www.bbc.com/indonesia)
Dengan strategi politik baru, PKI mengklaim memiliki jutaan anggota dari kalangan buruh, tani, pemuda, dan perempuan. Partai ini juga mendukung gagasan Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang diperkenalkan Presiden Soekarno, sehingga mendapat tempat di panggung politik nasional.
Namun, di balik itu muncul kekhawatiran besar dari kelompok nasionalis non-komunis, ulama, dan militer. PKI tidak hanya berkembang pesat, tetapi juga terlibat dalam berbagai aksi yang menimbulkan gesekan di masyarakat.
Puncak: Peristiwa G30S/PKI
Ketegangan politik pada awal 1960-an memuncak dengan munculnya Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI). Pada malam 30 September hingga dini hari 1 Oktober 1965, sekelompok pasukan yang menamakan diri “Gerakan 30 September” menculik tujuh perwira tinggi Angkatan Darat. Enam jenderal :
1. Jenderal Ahmad Yani
2. Letjen Suprapto
3. Letjen S. Parman
4. Mayjen M.T. Haryono
5. Mayjen D.I. Panjaitan
6. Brigjen Sutoyo
dan seorang perwira pertama (Letkol Pierre Tendean) Siswomiharjo
7. Lettu Pierre Tendean (aide-de-camp Jenderal Nasution, ikut menjadi korban).
dibunuh secara kejam dan jasad mereka kemudian ditemukan di Lubang Buaya.
Peristiwa ini menimbulkan guncangan besar. PKI dituduh sebagai dalang gerakan tersebut. Setelah itu, dilakukan penumpasan besar-besaran terhadap PKI, anggotanya, dan simpatisannya di seluruh Indonesia. Sejak saat itu, PKI dilarang secara resmi, dan komunisme menjadi ideologi terlarang di Indonesia.
Peristiwa ini mengguncang bangsa. PKI dituduh sebagai dalang gerakan tersebut. Gelombang penolakan meluas, dan dalam waktu singkat PKI dibubarkan. Melalui TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966, PKI dan seluruh ajaran komunisme, marxisme, serta leninisme resmi dilarang di Indonesia.
Peringatan dan Mawas Diri
Sejarah PKI adalah catatan panjang tentang bagaimana sebuah ideologi yang awalnya mengusung semangat anti-imperialisme justru berubah menjadi ancaman serius terhadap keutuhan bangsa. Dari pemberontakan , Madiun 1948, hingga tragedi nasional G30S/PKI 1965, bangsa Indonesia menyaksikan bagaimana ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dapat menimbulkan konflik, perpecahan, dan korban jiwa.
Karena itu, peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan sebuah momentum kebangsaan untuk mawas diri. Kita diingatkan bahwa pengkhianatan terhadap Pancasila, sekecil apapun bentuknya, dapat menggerogoti keutuhan bangsa. Segala bentuk pengaruh, ideologi, atau gerakan yang bertentangan dengan Pancasila dan berupaya melemahkan UUD 1945 harus selalu diwaspadai.
Peristiwa G30S/PKI 1965 menjadi pelajaran sejarah yang tak terbantahkan: bangsa akan rapuh bila nilai-nilai Pancasila diabaikan. Tragedi itu menunjukkan bahwa perebutan kekuasaan tanpa berlandaskan Pancasila hanya akan melahirkan perpecahan, korban, dan penderitaan rakyat.
Oleh karena itu, kesetiaan kepada Pancasila bukan sekadar kewajiban konstitusional, tetapi juga ikrar moral dan kebangsaan agar perjuangan para Pahlawan Nasional tidak menjadi sia-sia.
Dengan semangat persatuan, kebulatan tekad, dan kesetiaan pada Pancasila, bangsa Indonesia akan tetap teguh, berdaulat, dan tidak mudah dipecah belah oleh kekuatan apapun.