I Gusti Ketut Pudja, Mr
Putra Bali ini lahir di Singaraja, 19 Mei 1908 dari pasangan I Gusti Nyoman Raka dan Jera Ratna Kusuma. Tahun 1934, diusia 26 tahun, Pudja berhasil menyelesaikan kuliah dibidang hukum dan meraih gelar Meester in de Recten dari Rechts Hoge School, Jakarta. Setahun kemudian, ia mulai mengabdikan dirinya pada kantor Residen Bali dan Lombok di Singaraja.
Igusti Ketut Pudja adalah tokoh Bali yang pada masa awal RI memegang jabatan sebagai Gubernur Provinsi Sunda Kecil (sekarang Provinsi Bali, Provinsi NTB, dan Provinsi NTT). Sebelumnya sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), ia telah memberikan kontribusi pemikiran, khususnya mengenai Pembukaan UUD 45. Usulnya agar istilah “Allah Yang Maha Kuasa” diganti menjadi “Tuhan Yang Maha Esa” disetujui oleh sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Usul itu dianjurkannya agar istilah tersebut dapat diterima oleh golongan non-Muslim.
Sebagai Gubernur Sunda Kecil, Ketut Pudja menghadapi situasi yang cukup sulit. Disatu pihak, pemerintah pendudukan Jepang di Bali masih utuh. Dipihak lain, di Bali masih terdapat daerah-daerah swapraja warisan pemerintah kolonial Belanda. Terhadap pihak Jepang, ia menuntut agar kekuasaan pemerintahan diserahkan kepadanya dan hal itu terlaksana pada bulan Oktober 1945. Terhadap raja-raja sebagai kepala pemerintahan swapraja, ia melakukan pendekatan persuasif, menghimbau mareka agar mendukung Pemerintah RI.
Kedatangan pasuka Sekutu mengubah situasi. Atas desakan Sekutu, Jepang menarik kembali kekuasaan yang diserahkan kepada Ketut Pudja, bahkan Ketut Pudja ditangkap dan ditahan selama satu bulan. Penangkapan kedua dilakukan Belanda yang tiba di Bali pada awal Maret 1946. Ketut Pudja dipenjarakan untuk waktu yang cukup lama dan babru dibebaskan bulan Maret 1948. Setelah bebas, ia pindah ke Yogya dan bekerja sebagai gubernur diperbantukan pada Kementrian Dalam Negeri. Pada waktu Belanda melancarkan agresi militer kedua, ia ditangkap dan dipenjarakan beberapa lamanya di penjara Wirogunan.
Dengan persetujuan Pemerintah RI, pada tahun 1950 Ketut Pudja diangkat sebagai Menteri Kehakiman dalam kabinet Negara Indonesia Timur (NIT) dengan tugas mempercepat proses likuidasi dan penggabungan negara federal ini ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sesudah itu, ia ditempatkan kembali di Kementrian Dalam Negeri dan dipekerjakan pada staf Perdana Menteri sebagai penubung Parlemen.
Ketut Pudja pernah memangku berbagai jabatan dalam lembaga negara, antara lain sebagai Wakil Ketua Dewan Pengawas Keuangan, anggota Dewan Perancang Nasional, dan anggota Panitia Undang-undang Pokok Agraria. Jabatan terakhirnya ialah sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga ia memasuki masa purna bakti di tahun 1968.
I Gusti Ketut Pudja meninggal dunia pada 4 Mei 1977 di usia 68 tahun.