Kisah perlawanan PETA Blitar yang dipimpin Supriyadi yang heroik namun dramatis:
Kisah Perlawanan PETA Blitar Dipimpin Supriyadi (1945)
Awal 1945, tanah Jawa bergolak. Jepang yang sebelumnya datang dengan janji membebaskan bangsa Asia dari penjajahan Barat berubah menjadi penindas baru. Romusha dipaksa kerja paksa, rakyat kelaparan, kekejaman militer Jepang merajalela. Di tengah tekanan itu, semangat kemerdekaan bangsa Indonesia terus menyala.
Di Blitar, Jawa Timur, pasukan Pembela Tanah Air (PETA) dilatih oleh Jepang untuk menghadapi Sekutu. Namun mereka sadar—senjata ini bukan untuk membela penjajah, melainkan kelak untuk memerdekakan bangsa sendiri. Salah satu pemuda yang menyadari hal itu adalah:
Supriyadi (Soeprijadi)
Perwira muda PETA, berkarakter keras, teguh, berani dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Melihat rakyat menderita, hatinya tak sanggup diam.
“Lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup terjajah!” — Supriyadi
Ia mulai merancang pemberontakan secara rahasia bersama rekan-rekan perwira PETA Blitar. Mereka mengatur strategi, mengamati kekuatan Jepang dan menunggu waktu tepat.
Perlawanan Meletus – 14 Februari 1945
Dini hari, markas Jepang menjadi sasaran. PETA Blitar menyerang gudang senjata, komunikasi, pos pengawasan, dan kamp tentara Jepang. Teriakan komando dan tembakan bergema:
“Serbu! Merdeka!”
Beberapa prajurit Jepang tewas. Serangan membuat Blitar berguncang, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak lagi takut.
Namun pemberontakan ini belum mendapat dukungan penuh pasukan PETA lain di Jawa. Jepang bereaksi cepat. Balatentara Dai Nippon yang kuat segera mengepung dan melumpuhkan sebagian pasukan pemberontak. Banyak pejuang tertangkap, sebagian dieksekusi, lainnya dipenjara.
Dan Supriyadi?
Ia menghilang. Sampai hari ini, tidak ada bukti pasti apakah ia gugur, ditangkap atau sengaja menghilang untuk terus berjuang secara senyap. Namanya menjadi legenda.
Makna Perlawanan PETA Blitar
Walau gagal secara militer, perlawanan ini:
✅ Membuktikan bangsa Indonesia berani menantang Jepang
✅ Menjadi pemicu semangat perjuangan nasional
✅ Melatih perwira-perwira muda yang kelak bergabung ke dalam TNI
✅ Menjadi salah satu sinyal awal berdirinya Indonesia merdeka
Bahkan setelah proklamasi, para mantan perwira PETA menjadi tulang punggung perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Warisan Supriyadi
Supriyadi diangkat sebagai Pahlawan Nasional, namanya dikenang sebagai simbol:
Keberanian luar biasa
Kepemimpinan muda patriotik
Tekad untuk merdeka atau mati
“Supriyadi tidak pernah kembali, namun semangatnya menyala dalam hati bangsa.”
Pemberontakan PETA Blitar (14 Februari 1945) dipimpin oleh Supriyadi dan kawan-kawannya sebagai perlawanan terhadap Jepang. Dalam sejarah resmi, nama Sukarno tidak disebut terlibat langsung. Namun, ada beberapa catatan dan “rahasia” atau persepsi yang sering dikaitkan dengan Sukarno terkait peristiwa ini.
🕊️ Apakah Sukarno Mengetahui Rencana Pemberontakan?
Banyak sejarawan meyakini bahwa:
Sukarno mengetahui adanya rencana pemberontakan PETA Blitar.
Namun beliau tidak mendukung secara terbuka, karena:
Jepang saat itu sudah menjanjikan kemerdekaan.
Pemberontakan terbuka dianggap mengorbankan rakyat karena kekuatan Jepang masih kuat.
Sukarno memilih strategi politik dan diplomasi, bukan aksi militer frontal. Tidak banyak yang tahu, bahwa dalam peristiwa itu Soekarno terlibat langsung. Kepada Cindy Adams dalam bukunya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno menceritakan, bagi tentara Jepang, pemberontakan PETA merupakan peristiwa yang sangat tidak pernah diduga. Tetapi tidak dengan Soekarno. “Apa yang tidak diketahui orang sampai sekarang ialah bahwa Soekarno sendiri tersangkut dalam pemberontakan ini,” kata Soekarno, seperti dikutip dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, halaman 231.
Awal keterlibatan Soekarno dalam pemberontakan PETA terjadi ketika dia mengunjungi ibunya di Blitar. Saat itu, sejumlah perwira PETA datang menemuinya, dan membicarakan rencana mereka untuk melakukan pemberontakan bersenjata. “Kami baru mulai merencanakan, tetapi kami ingin tahu pendapat Bung Karno sendiri,” kata salah seorang perwira itu. “Pertimbangkan akibatnya. Kuharap kalian menyadari tindakan yang demikian itu akan ditindas,” jawab Soekarno. Namun, Supriyadi langsung nyeletuk, “Kita akan berhasil!” Mendengar jawaban dari Supriyadi, Soekarno tampak sangat berat, “Menurut pendapatku, kalian terlalu lemah untuk mengambil risiko terhadap gerakan semacam itu sekarang.” Setelah menatap wajah para perwira itu satu persatu, Soekarno sadar dirinya tidak kuasa untuk menghentikan rencana itu, “Kalau nanti gagal, kalian harus bersiap-siap menghadapi hal terburuk. Jepang akan menghukum mati kalian.” Saat salah seorang perwira berkata, “Apakah Bung Karno dapat membela kami?” Dengan cepat Soekarno menjawab, bahwa dia tidak akan mengorbankan PETA hanya untuk menyelamatkan sejumlah perwiranya yang melakukan pemberontakan. “Tidak. Kalian adalah prajurit.. Hukuman terhadap kalian otomatis. Selain itu, aku harus menerangkan dengan jelas kepada kalian, kalau kalian ingin terus melakukannya, aku dukung. Aku akan membantu perencanaannya,” tegasnya. Soekarno menjelaskan, PETA merupakan alat yang vital bagi revolusi Indonesia masa itu. Dalam PETA, untuk pertama kalinya rakyat Indonesia dapat belajar menggunakan senjata, belajar perang gerilya, dan perang melawan musuh. Kesempatan ini bisa dimanfaatkan rakyat Indonesia untuk tujuannya sendiri, yakni mencapai kemerdekaan. “Kalau sekiranya kalian tertangkap, merupakan kewajibanku untuk menyelamatkan pasukan PETA yang tersisa,” tegas Soekarno.
Akhirnya, pemberontakan pecah di asrama PETA di Blitar, pada 14 Februari 1945. Pemberontakan dikobarkan oleh Ismail, perwira kompi yang mendukung Supriyadi dan Merudi. Ismail kemudian dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Bersama Ismail, sejumlah pemimpin pemberontak lainnya juga dihukum mati. Mereka adalah Soeparjono, Soenanto, Halir Mangkoedidjaya, dan Soedarmono. Sementara Supriyadi, tidak diketahui rimbanya. Dia diduga dibunuh lebih dahulu.
⚖️ Rahasia yang di Ungkap Soekarno
Dalam peristiwa itu, tentara PETA melancarkan serangan mendadak ke kantor telepon, markas kepolisian dan menjarah gudang peluru. Pemberontakan ini dengan cepat dipatahkan tentara Jepang, dan dibalas dengan pembantaian massal. Pembunuhan keji yang dilakukan tentara Jepang terhadap mereka yang dianggap terlibat dalam pemberontakan membuat marah masyarakat Indonesia. Saat itu, rakyat melihat ke arah Soekarno dan Soekarno terpaksa memalingkan muka. “Aku terpaksa memalingkan muka. Aku tidak memiliki kekuatan. Tidak ada yang dapat kulakukan.. Dalam keadaan apapun aku tidak akan membuka rahasia ini. Aku terpaksa akan menyangkal bahwa aku tahu mengenai peristiwa ini,” jelasnya.
Sukarno tahu tetapi pura-pura tidak tahu Untuk melindungi diri dan para pemimpin nasional dari represi Jepang
Pemberontakan dianggap terlalu dini Jepang masih kuat, khawatir menggagalkan proses menuju kemerdekaan
Perlindungan diam-diam Sukarno diduga melindungi nama para pejuang Blitar setelah pemberontakan gagal.
Supriyadi “hilang” & misteri dukungan Ada teori bahwa Sukarno memfasilitasi pelarian Supriyadi, meski belum terbukti.
Dan saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan membentuk kabinetnya yang pertama, nama Supriyadi muncul lagi. Dia bahkan diangkat sebagai Menteri Keamanan oleh Soekarno, pada 6 Oktober 1945. Pengangkatan Supriyadi ini sempat menjadi perbincangan, karena banyak yang mengira saat itu Supriyadi telah tewas dibunuh tentara Jepang dan kepalanya dipenggal. Apalagi, sejak saat itu sosoknya tidak pernah terlihat. Di tengah keraguan masyarakat itu, Soekarno kembali mengangkat Supriyadi jadi pimpinan tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada 22 Oktober 1945. Dalam buku Cindy Adams, Soekarno tidak menjelaskan kenapa menunjuk Supriyadi. Dia hanya mengatakan, saat Jepang mengutuk pemberontakan itu dan menjatuhi hukuman mati kepada para perwira yang pernah menemuinya, dia tidak menolongnya. “Aku tidak membela mereka. Aku tidak bisa melakukannya,” ungkapnya
🧭 Strategi Sukarno vs Strategi Supriyadi
Diplomasi, taktik politik-Perlawanan bersenjata mengutamakan keselamatan rakyat mengutamakan kehormatan bangsa & perlawanan langsung.
Bersabar sampai momentum tepat Bertindak cepat karena tidak tahan melihat kekejaman Jepang.
Keduanya berjuang untuk kemerdekaan, tetapi dengan jalan berbeda.
✨ Kesimpulan
Sukarno tahu rencana pemberontakan PETA Blitar, tetapi tidak mencegah maupun menyetujui secara resmi.
Ia menjaga keseimbangan antara semangat kemerdekaan dan realitas kekuatan Jepang.
Beliau tidak mendukung secara terbuka, memilih strategi politik.
Peran Sukarno tetap menjadi bagian misteri sejarah perjuangan kemerdekaan.
“Perjuangan bisa ditempuh dengan banyak cara—senjata atau diplomasi.”


