
Di usia 80 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Melawan Krisis Perubahan Iklim, IKPNI Menanam Bibit Mangrove Bersama Sahabat Mangrove di TWA Angke
Jakarta, 23 Agustus 2025
Muara Angke, Jakarta Utara
Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) Bidang IV – Sosial, yang diketuai Fatmasari Diah Permata – cucu dari dr Muwardi, melaksanakan kegiatan penanaman mangrove (pohon bakau) sebagai bagian dari komitmen pelestarian lingkungan hidup dan aksi nyata menghadapi krisis perubahan iklim
Kegiatan ini berlangsung dalam rangka mengisi momen peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia di acara Festival Sahabat Mangrove yang diselenggarakan di Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk oleh PT Murindra Karya Lestari pada hari Sabtu 23 Agustus 2025.
Dalam kesempatan tersebut, keluarga besar IKPNI yang diwakili oleh 16 anggota menanam 1 pohon mangrove dan 20 bibit mangrove, sebagai simbol komitmen perjuangan terhadap perubahan iklim.
Ke-16 perwakilan dari keluarga Pahlawan Nasional yang turut serta menanam bibit mangrove yaitu:
Indah Soedadi & Rocket – dr. Whidin Sudirohusodo;Marini Widowati Sudjoko – Dr. GSSJ Ratulangi; Iskandar Purba & Istri – Kiras Bangun; Fatmasari Diah Permata – dr. Muwardi; Hutomo Said – Ahmad Soebardjo; Margareth EL – John Lie; Budi Harry – Wage Rudolf Supratman; Bruno Widya Permana – Shodancho Supriyadi; Hyrnie – Maskoen Soemadiredja; Wisnu Wardana – Mr. Soepomo; Aan Zaidirsyah – K.H. Agus Salim; Satrio Purwanto – Gatot Subroto; Citra Utami – Gatot Subroto; Dhania – HOS Tjokroaminoto; dan Zaky – Gatot Subroto.
Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi IKPNI Hutomo Said, cucu dari Mr. Achmad Subardjo, menyampaikan bahwa perjuangan bangsa Indonesia saat ini tidak hanya menghadapi tantangan sosial, politik, dan ekonomi, tetapi juga perjuangan multidimensi melawan krisis perubahan iklim.
Krisis iklim pada kenyataannya tidak begitu terasa oleh kelompok masyarakat menengah ke atas, karena mereka memiliki lebih banyak pilihan untuk melakukan mitigasi. Mereka bisa saja memilih tinggal di perumahan yang lebih aman, akses sumber makanan berlimpah, dan kondisi ekonomi yang mampu menopang kebutuhan hidup.
Namun, yang paling merasakan dampak nyata krisis iklim adalah lapisan masyarakat terbawah. Nelayan kehilangan sumber penghasilan karena berkurangnya ikan akibat kerusakan habitat koral dari peningkatan keasaman laut.
Kemudian, air laut yang terus naik memaksa warga pesisir untuk pindah dari rumah mereka. Perubahan iklim juga memengaruhi siklus panen dan ketersediaan pangan. Semua ini menyebabkan rakyat kecil menanggung beban paling berat dari perubahan iklim.

Hutan bakau (Mangrove) di Taman Wisata Alam Mangrove Muara Angke. Terlihat rumit dan kotor, namun habitat aneka hayati dari keberadaannya membawa manfaat bagi manusia
“Salah satu bentuk aksi nyata yang bisa kita lakukan adalah menanam mangrove di pesisir pantai. Dengan langkah kecil namun berdampak besar ini, kita turut belajar dan menjaga bumi dan mewariskan lingkungan yang sehat bagi generasi mendatang,” tegas Marini Widowati Ratulangie, cucu dari Sam Ratulangie.
Kegiatan dimulai dengan edukasi manfaat mangrove, lalu memilih bibit Mangrove dan masing masing melakukan penamanan bibit di tempatnya serta penanaman pohon mangrove dengan sahabat mangrove dari Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk. Kegiatan disertai pelepasan hewan berang berang ke alam bebas sebagai penunjang ekosistim habitat mangrove.
Manfaat pohon bakau (mangrove) dan lingkungannya : 1. Pelindung alami pesisir Akar mangrove menahan ombak dan badai. Pantai jadi lebih aman dari banjir dan abrasi. 2. Tempat tumbuh biota laut Ikan, kepiting, dan udang kecil hidup aman di akar mangrove sebelum ke laut lepas. 3. Penyerap karbon Mangrove menyimpan karbon 4x lebih banyak dari hutan tropis. Ini membantu melawan pemanasan global. 4. Penyaring air Akar mangrove menyaring lumpur dan polusi, menjaga laut dan terumbu karang tetap sehat. 5. Rumah satwa liar : burung, monyet, reptil, hingga hewan langka bergantung pada mangrove. 6. Sumber hidup manusia Mangrove memberi hasil laut, madu, kayu, obat tradisional, juga peluang wisata. 7. Meski hutan bakau tampak kotor dan rumit, hutan mangrove adalah penjaga, penyedia, dan pahlawan iklim.
Mangrove: Penjaga Pesisir dan Penyerap Karbon
Ekosistem mangrove memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Rata-rata, hutan mangrove mampu menyimpan 800–1.200 ton karbon per hektar, atau lebih dari tiga kali lipat dibanding hutan tropis daratan yang hanya menyimpan sekitar 200–300 ton karbon per hektar.
Karbon ini tersimpan bukan hanya pada batang, daun, dan akar, tetapi juga pada sedimen tanahnya (blue carbon). Selain itu, mangrove menjaga kualitas air, menopang perikanan yang sehat, melindungi pesisir dari abrasi maupun badai, serta menjadi habitat penting bagi berbagai biota laut.
IKPNI berharap kegiatan pembibitan dan penanaman mangrove di TWA Angke Kapuk dapat terus berlanjut dan dapat direplikasi di daerah lain di Indonesia yang memiliki garis pantai sepanjang 99.083 km.
Selain pelestarian lingkungan tujuan kegiatan ini adalah juga demi membangun kesadaran kolektif.
Salah satu anggota IKPNI yang berhalangan hadir, Ismeth Wibowo yang juga cucu dari Ir. Djuanda, mengatakan mengapresiasi kegiatan tersebut. Menurutnya, acara seperti itu harus terus dilakukan untuk menjaga planet bumi dari perubahan iklim dan pemanasan global. “Acara seperti ini harus terus kita lakukan untuk melindungi bumi yang kita tempati bersama ini,” ujar Ismeth.
Sejarah TWA Angke Kapuk
TWA Angke Kapuk atau dikenal sebagai Jakarta Mangrove Resort yang dirintis oleh almarhumah Ibu Hj. Sri Leila Murniwati Harahap sejak tahun 1997. Kawasan yang dulunya terabaikan berhasil direstorasi menjadi hutan mangrove seluas 99,82 hektar, kini menjadi oase hijau di tengah Kota Jakarta sekaligus destinasi ekowisata kebanggaan warga ibu kota. Lokasi ini patut dikunjungi sebagai ecowisata dan edukasi tentang mangrove.
Sumber:
-Humas IKPNI