Menu

Silaturahmi IKPNI Papua dan Yogyakarta Membahas Tantangan Kebangsaan

 

Ketua IKPNI Papua Vicky Kaisiepo (ketiga dari kanan) bersama pengurus IKPNI Yogyakarta. Nampak hadir juga Rektor UGM Prof. Ova Amalia (kelima dari kanan) yang menyempatkan menyapa peserta silaturahmi.

Pada Selasa malam, 9 September 2025, Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia (IKPNI) dari Papua dan Yogyakarta mengadakan sebuah pertemuan yang sarat makna. Silaturahmi yang berlangsung di Warung Bakmi Pak Ganis, Jalan I Dewa Nyoman Oka No. 9, Yogyakarta ini menghadirkan suasana kekeluargaan yang hangat sekaligus diskusi serius mengenai isu-isu kebangsaan.

Pertemuan ini menjadi ruang untuk mengikat tali persaudaraan lintas wilayah serta mempertegas misi bersama: melestarikan nilai-nilai kepahlawanan sesuai amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, khususnya dalam upaya menjaga persatuan dan integrasi bangsa.

Acara dihadiri oleh perwakilan keluarga pahlawan nasional dari Papua maupun Yogyakarta. Dari Papua, hadir Ketua IKPNI Papua Vicky Kaisiepo, putra keempat pahlawan nasional Frans Kaisiepo, tokoh yang dikenal gigih memperjuangkan integrasi Papua ke dalam NKRI. Frans Kaisiepo adalah pahlawan nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden No. 77/K/1993 tanggal 14 September 1993. Jasanya dinilai luar biasa, karena merupakan orang terdepan dalam memperjuangkan dan menyatukan Irian Barat (Papua) dalam NKRI. Ia juga merupakan gubernur Papua tahun 1964-1973. Namanya kemudian diabadikan sebagai nama bandara di Biak, dan nama kapal perang (KRI) no. 368, juga fotonya dimuat Bank Indonesia dalam uang pecahan Rp 10 ribu. Disamping Frans, terdapat 4 pahlawan nasional lain asal Papua, yaitu Marthen Indey, Johanes A Dimara, Sias Papare dan Machmud S Rumagesen.Kehadiran beliau menjadi simbol pentingnya kesinambungan perjuangan pahlawan dengan generasi penerus.

Dari Yogyakarta, hadir keluarga pahlawan nasional Suryo Putro (wakil keluarga Pangeran Diponegoro), drg. Widyawati dan Purbo (perwakilan keluarga Ki Hadjar Dewantara), Ganis Priyono (keluarga Kolonel Sugiyono),Hary Sutrasno (keluarga Mr. Kasman Singodimedjo, Hendro Marwoto dan Heru (keluarga Nyi Ageng Serang), Widiyastuti (keluarga Siti Walidah atau Nyai Ahmad Dahlan)

Turut menyapa sekaligus memberikan apresiasi, Rektor UGM Prof. dr. Ova Emilia, M.Ed., Sp.OG., Ph.D., yang juga sedang berada di lokasi tersebut. Masing-masing keluarga membawa semangat dan teladan perjuangan yang diwariskan oleh para pendahulu mereka.

Pesan Vicky Kaisiepo: Papua, Nasionalisme, dan Tantangan Zaman

Dalam sambutannya, Vicky Kaisiepo memaparkan perjalanan panjang Papua dalam bingkai kebangsaan Indonesia. Ia menegaskan bahwa sejak awal, masyarakat Papua adalah patriot dan nasionalis yang mencintai tanah air. Hal itu dibuktikan melalui perjuangan politik yang berujung pada Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969, sebuah proses yang mendapat legitimasi resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 19 November 1969.

“Dalam keyakinan saya semua orang Papua adalah patriot dan nasionalis. Ayah saya bersama banyak orang Papua, telah berjuang untuk integrasi nasional sejak sebelum tahun 60-an. Dasarnya semua wilayah bekas jajahan Belanda, adalah wilayah Republik Indonesia hasil proklamasi 17 Agustus 1945. Perjuangan agar Papua kembali dalam pelukan ibu pertiwi sampai pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (Pepera) tahun 1969 adalah berat. Hasilnya disahkan PBB pada 19 November 1969, yang menentukan Papua sebagai bagian dari NKRI. Harapan rakyat Papua adalah, masa depan mereka cemerlang dalam NKRI. Ayah saya selalu berpesan, agar rakyat Papua jangan disakiti,” jelas Vicky.

Namun, Vicky juga menyoroti realitas masa kini. Menurutnya, jika kini muncul suara-suara yang mengarah pada tuntutan disintegrasi, itu menandakan masih ada pekerjaan rumah besar bagi negara.

“Orang Papua selalu jujur dan setia. Mereka dulu diberikan janji-janji kekhususan untuk dihormati nilai adat dan hak-hak asal mereka. Orang Papua waktu itu, ibarat seorang gadis cantik yang dirayu untuk diperjuangan kebutuhannya dan dihormati budaya dan adat mereka. Nah, jika saat ini terdapat dinamika sampai timbul tuntutan disintegrasi, kita sebagai satu keluarga bangsa harus merenungkan, mengapa itu terjadi. Rakyat Papua ingin negara secara nyata berpihak kepada mereka, memenuhi setidaknya kebutuhan dasar, menghormati hak-hak adat dan kearifan lokal. Di Papua terdapat tujuh wilayah adat, keterwakilan mereka perlu terus didengar dan diakomodasi dalam dialog satu keluarga bangsa,” imbuh Vicky.

“Di Papua, hubungan manusia dengan tanah itu sakral. Tanah adalah ibu. Setiap pembangunan yang menyentuh tanah harus mendengarkan suara masyarakat adat. Kalau aspirasi ini diabaikan, maka kepercayaan masyarakat pun terkikis,” tegas Vicky.

Pesan ini menjadi refleksi bersama bahwa pembangunan nasional tidak boleh meninggalkan prinsip keadilan dan penghormatan terhadap budaya daerah.

Dalam pendalaman pembahasan, terungkap jika secara faktual budaya dan kearifan lokal memang perlu lebih diperhatikan. Orang papua mempunyai hubungan sakral dengan tanah karena memandang tanah adalah ibu mereka. Disanalah mereka mencari makan, berburu dan bertempat tinggal. Jika ada suatu proyek pembangunan yang meliputi tanah mereka, mereka wajib didengar. Juga tempat-tempat sakral lain seperti Dusun Sagu, daerah berburu, jalur nenek moyang, mata air dan rawa-rawa seyogyanya jangan sampai dikorbankan dalam proyek-proyek pembangnan. Tujuh wilayah adat di Papua itu adalah Saireri, Lapago, Animha, Domberai, Bomberai, Mamta, Meepago.

Dialog Kebangsaan dan Empat Tujuan Negara

Silaturahmi ini tidak berhenti pada nostalgia sejarah perjuangan. Forum juga berkembang menjadi dialog kebangsaan, di mana peserta dari kedua wilayah sepakat bahwa menjaga NKRI adalah tanggung jawab kolektif seluruh anak bangsa.

Empat tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945—melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia—harus menjadi kompas dalam setiap kebijakan maupun gerakan sosial.

Di sinilah peran IKPNI menjadi relevan: tidak hanya menjaga memori kolektif perjuangan, tetapi juga aktif terlibat dalam penyelesaian masalah kebangsaan masa kini, termasuk isu ketidaksetaraan pembangunan, penghormatan hak-hak masyarakat adat, hingga pemeliharaan persatuan di tengah keberagaman.

Merajut Persaudaraan dan Solidaritas

Acara ditutup dengan suasana penuh keakraban. Keluarga pahlawan dari Papua dan Yogyakarta saling bertukar pandangan, pengalaman, dan komitmen untuk terus berjuang di jalur yang berbeda namun dengan tujuan yang sama: menjaga warisan kepahlawanan agar tetap hidup dalam kehidupan berbangsa.

Pertemuan ini menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai kepahlawanan tidak berhenti pada kisah sejarah, melainkan terus mengalir dalam kehidupan generasi penerus. Semangat persaudaraan yang lahir dari silaturahmi ini diharapkan menjadi bekal untuk menguatkan persatuan bangsa di tengah dinamika zaman.

Sumber :

– IKPNI KORWIL DIY

– Krjogja.com

 

IKATAN KELUARGA PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA

Meneguhkan Persatuan Bangsa yang Berdaulat, Adil, dan Makmur

WEB TERKAIT

Informasi

Hubungi Kami

Kementerian Sosial, Gedung C, Lantai Dasar
Jl. Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat
IKPNI.com merupakan situs resmi yang diakui oleh Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia. Seluruh konten serta opini dalam situs ini berdasarkan fakta-fakta yang tersedia, namun tidak mewakili pendapat Inspira Mediatama. Konten dalam situs ini sebaiknya tidak dijadikan dasar oleh pembaca dalam mengambil keputusan komersial, hukum, finansial, atau lainnya. Pada artikel yang sifatnya umum, pembaca disarankan mencari pendapat dari profesional sebelum menanggapi dan mengoreksi konten informasi yang dipublikasi jika mungkin tidak sesuai dengan pandangan pembaca. Publisher tidak bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian yang tayang, bagaimanapun disebabkan. Website ini dibuat untuk IKPNI dengan hak cipta. Kepemilikan merek dagang diakui. Dilarang menyalin, menyimpan, atau memindahkan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari publisher.
Kilas Sejarah Hari Ini
18 September 1948

Pemberontakan PKI 1948

Pemberontakan PKI tahun 1948 yang juga lazim disebut sebagai Peristiwa Madiun ini merupakan pemberontakan yang dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan elemen-elemen kiri lainnya yang tergabung dalam orgaisasi bernama Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 18 September 1948 di...

Selengkapnya...
Pemberontakan PKI 1948 ( 18 September 1948 )