Sultan Syarif Kasim II
Tahun 1915 Sultan Syarif Kasim II dinobatkan sebagai Sultan Siak Sri Indrapura, sejak itu Kerajaan Siak sejajar kedudukannya dengan Belanda. Hal ini tidak sesuai dengan perjanjian antara Kesultanan Siak dengan Belanda yang menyatakan bahwa Siak adalah milik kerjaan Belanda yang dipinjamkan kepada Sultan.
Dalam rangka mencerdaskan rakyatnya, Sultan Syarif Kasim II mendirikan HIS disampaing sekolah berbahasa Melayu bagi semua lapisan penduduk. Untuk kebutuhan sarana transportasi siswa Sultan membuat perahu penyeberangan tanpa sewa dan kepada siswa yang berbakat diberikan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya ke luar daerah.
Di bidang agama Sultan mendirikan Sekolah Agama khusus untuk laki-laki bernama Taufiqiah Al-Hasyimiah yang para gurunya didatangkan dari Padang Panjang dan Mesir. Sultan sangat menentang dan menolak kebijakan Belanda yang mewajibkan kerja rodi. Hal ini oleh Belanda dianggap penolakan pribadi Sultan, akhirnya pemberontakan terhadap Belanda dilakukan pada tahun 1931 dipimpin oleh Kayon dan 4 orang polisi Belanda pun dibunuh.
Untuk menumpas pemberontakan itu Belanda melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah penduduk dan mendatangkan bantuan yang berpengalaman dalam perang Aceh, tetapi gagal. Pada zaman Jepang, Sultan tetap konsisten dan menolak Romusha. Ketika mendapatkan berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Sultan Syarif Kasim II mengirim kawat kepada Soekarno-Hatta tentang kesetiaan dan dukungannya kepada Pemerintah Republik Indonesia serta menyerahkan harta kekayaannya untuk perjuangan senilai kurang lebih ± £13.000.000.
Bulan Oktober 1948 Sultan membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak dengan ketuanya Dr. Tobing serta membentuk TKR dan BPPR. Kemudian Sultan mengadakan rapat umum di lapangan istana dan bendera merah putih dikibarkan, Sultan berikrar bersama rakyat Siak untuk sehidup semati mempertahankan kemerdekaan. Ketika pecah revolusi social di Sumatera Timur, Sultan sedang berada di Medan menemui Gubernur Sumatera Teuku Mohammad Hassan guna menanyakan status Sultan dalam Pemerintah RI.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Jarak yang jauh dari Ibukota Republik Indonesia tak menghalangi Sultan yang nasionalis ini untuk terus mengabdi pada NKRI dengan menyerahkan kekayaannya untuk perjuangan mempertahankan negeri.