Soeprapto, R. Letjen TNI ANM.
Setelah lulus dari AMS, Soeprapto memasuki pendidikan KMA tetapi tidak tamat. Tanggal 9 Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang, Soeprapto ditahan tetapi berhasil meloloskan diri. Pada masa Jepang, perhatiannya tertuju pada masalah sosial, terutama kepemudaan. Soeprapto mengikuti Cuo Seinan Kunrensyo (Pusat Latihan Pemuda). Setelah selesai, bekerja pada kantor Pendidikan Masyarakat Desa Banyumas. Di samping itu, dia juga mengikuti pendidikan Keibondan, Seinandan, dan Syuisintai.
Saat Indonesia diproklamirkan, Soeprapto bergabung dengan TKR dan ditugaskan sebagai Kepala Keamanan II Divisi V Purwokerto yang pada waktu itu dipimpin Kolonel Soedirman. Soeprapto berpangkat kapten. Pada waktu Soedirman menjadi Panglima Besar, Soeprapto diangkat menjadi ajudannya, selama 2 tahun. Kemudian menjadi Kepala Bagian II Markas Besar Komandan Jawa, dengan pangkat mayor. Sesudah Perang Kemerdekaan Soeprapto diangkat menjadi Kepala Staf Tentar dan Teritorium IV/Diponegoro, di Semarang dengan pangkat letnan kolonel. Bulan Desember 1950 diangkat menjadi Kepala Bagian II pada staf umum Angkatan Darat.
Soeprapto pindah ke Jakarta kemudian menjadi Asisten I Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Bulan Desmber 1953, Soeprapto diperbantukan pada Material Kementerian Pertahanan, kemudian dipindahkan ke Sekjen Kementerian Pertahanan. Secara resmi, pemindahannya dari Staf Umum Angkatan Darat ke Kemeterian Pertahanan baru terlaksana pada awal tahun 1956 dengan jabatan Sekretaris Gabungan Kepala Staf, kemudian mengikuti kursus Seskoad di Bandung selama 6 bulan.
Usai Seskoad, Soeprapto diangkat sebagai Deputi KSAD untuk wilayah Sumatera yang baru bersih dari pemberontakan PRRI. Juli 1962, Soeprapto ditarik kembali ke Jakarta dan ditugaskan sebagai Deputi Administrasi Menteri Panglima Angkatan Darat. Setahun kemudian menjadi mayor jenderal. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, gerombolan G30S/PKI menculik Mayor Jenderal Soeprapto dari rumahnya kemudian dibawa ke Lubang Buaya. Bersama dengan perwira tinggi lainnya, ia dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya. Jenazah para perwira tinggi tersebut berhasil diketemukan pada tanggal 3 Oktober 1965. Bertepatan dengan Hari ABRI tanggal 5 Oktober 1965, semua jenazah dimakamkan di TMPN Kalibata, Jakarta Selatan.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Kepekaannya terhadap akal bulus PKI membuat jenderal yang berkharisma ini menolak usul PKI untuk membentuk angkatan kelima yaitu kaum buruh dann tani yang dipersenjatai di negeri ini.