Martadinata, Laksamana Laut. R.E
Raden Eddy Martadinata mendapat kesempatan studi di Zeevanit Technology School (Sekolah Teknik Pelayaran_ di Jakarta namun tidak selesai karena Indonesia diduduki Jepang. Kemudian dia masuk Sekolah Pelayaran Tinggi yang diselenggarakan Jepang. Prestasinya yang menonjol menjadikannya guru bantu, dan pada tahun 1944 diangkat sebagai Nahkoda Kapal Pelatih. Pengalamannya selama pendidikan bermanfaat besar dalam perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Martadinata berhasil merebut beberapa buah kapal milik Jepang di Pasar Ikan Jakarta. kemudian Tanjung Priok dan Jalan Budi Utomo Jakarta dapat dikuasainya.
Setelah terbentuk BKR, membentuk BKR Laut yang berkembang menjadi ALRI. Sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Daerah Aceh, mengkoordinir kegiatan armada penyelundupan senjata dari luar negeri untuk meningkatkan kemampuan perjuangan. Pada tahun 1953, Martadinata mengikuti pendidikan United States Navy Post Graduate School di AS berpangkat Mayor Laut. Kemudian bersama Yos Sudarso mendapat tugas khusus selama tiga tahun di Italia untuk mengawasi pembuatan kapal-kapal yang dipesan ALRI.
Ketika kembali ke tanah air, terjadi pergolakan di tubuh ALRI. Martadinata ditugaskan menyelesaikannya serta membangun kekuatan ALRI, dan diangkat menjadi KASAL-RI menggantikan Laksamana Laut Subiakto. Pada saat G30S/PKI terjadi, sebagai Menteri/Panglima AL, Martadinata mengutuk pemberontakan itu akibatnya Martadinata diberhentikan oleh Presiden Soekarno.
Setelah era Orde Baru, menjadi Duta Besar untuk Pakistan. Pada 6 Oktober 1966 wafat akibat kecelakaan helikopter yang meledak di udara lalu menabrak bukit di Riung Gunung, Puncak Pass, Jawa Barat dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Seorang guru bantu, nahkoda kapal pelatih, pernah menjadi KASAL-RI dan duta besar di Pakistan ini adalah pahlawan BKR Laut, pengembang cikal bakal ALRI mengabdi pada negara dengan prinsip yang sangat kuat tak pernah goyah.