Maria Walanda Maramis
Usia 6 tahun, Maria sudah ditinggal kedua orang tuanya, diasuh oleh pamannya yang terpandang dan mempunyai banyak teman orang Belandna. Maria akrab dengan keluarga pendeta Belanda Ten Hoeven di Maumbi. Tahun 1890, Maria menikah dengan Josephine Frederik Calusung Walada dan sering berkunjung ke rumah pendeta Ten Hoeven.
Dalam kesempatan itu, Maria banyak memperoleh pelajaran yang berguna seperti bahasa dan keadaan masyarakatnya sendiri. Waktu itu pendidikan bagi wanita Minahasa sangat terbelakang. Wanita kurang mengerti kesehatan, rumah tangga, dan cara mengasuh anak. Maria bertekad untuk membantu wanita di daerahnya. Keadaan yang membuatnya mencurahkan perhatian untuk mendidik anak-anak agar memperoleh kesempatan pendidikan tinggi. Maria berpendapat bahwa ibu adalah inti rumah tangga dan masyarakat. Pada ibu tergantung kebesaran rumah tangga, pengasuh, dan pendidik anak.
Tanggal 8 Juli 1917, Maria mendirikan organisasi “Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya” (PIKAT) dan menganjurkan pada ibu-ibu agar mendirikan cabang PIKAT dan mempropagandakan cita-cita PIKAT melalui surat kabar, sehingga orang Belanda tertarik untuk memberikan bantuan uang maupun tenaga. Tanggal 2 Juli 1818 di Manado didirikan sekolah rumah tangga untuk gadis-gadis yaitu Huishoud School. Hampir setiap orang terkemuka di Manado memberikan sumbangan untuk sekolah tersebut.
Melalui uang pinjaman, akhirnya berhasil didirikan gedung yang mempunyai asrama. Tahun 1920 Gubernur Jenderal beserta istri berkunjung dan memberikan sumbangan sebesar 40.000 gulden. Maria dapat melunasi hutangnya dan menambah peralatan sekolah. Usaha lain mencari dana, mengadakan pertunjukkan sandiwara “Pingkan Mogogumoy” sebuah cerita klasik Minahasa. Maria selalu berusaha meningkatkan perjuangannya, menuntut wanita agar mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Ibu rumah tangga yang pejuang wanita ini bertekad mengabdi pada bangsanya dengan mengangkat derajat kaumnya yang belum diperlakukan sama dengan kaum pria. Awalnya, karena lingkungan yang kondusif untuk segera berbuat sesuatu. Dalam keadaan terbaring lemah di rumah sakit pun, masih memohon kepada pemerintah untuk kepentingan sekolahnya.