Menu
PAHLAWAN NASIONAL

Depati Amir

Berdasarkan:

Riwayat Hidup

Depati Amir adalah seorang pemimpin perjuangan melawan penjajahan di Tambang Timah. Lahir di Mendara, Pulau Bangka pada tahun 1805. Wafat di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 28 September 1869 dan dimakamkan di pemakaman muslim Batukadera, Kupang, tempat Depati Amir diasingkan sejak ktanggal 28 Februari 1851 bersama dengan keluarga dan pengikutnya. Dilahirkan dari orangtua yang bernama Depati Bahrain bin Depati Karim dan ibu yang bernama Dakim. Memiliki seorang istri yang bernama Janur dan seorang anak yang bernama Muhammad Awal Bahrain.

Riwayat Perjuangan

Depati Amir melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda sepanjang tahun 1830 – 1851. Perjuangannya melanjutkan perlawanan ayahnya, yaitu Depati Bahrain, yang berlangsung tahun 1819 – 1828. Setelah terjadi banyak pencurian di tambang timah, Depati Bahrain dituduh turut atau menyuruh orang membunuh resident Bangka, M.A.P. Smissaert. Perlawanan Depati Bahrain berakhir tahun 1828, ia mendapatkan tunjangan sebesar 600 gulden setahun dan meninggal pada tahun 1848.

Perlawanan Depati Amir secara langusng dimulai oleh sebab dua hal; (1) menuntut tunjangan untuk ayahnya sebesar 600 gulden setahun tetap dibayarkan oleh pemerintah Hindia-Belanda (2) kasus penghinaan keluarga, yaitu seorang adik perempuan bernama Ipah dipermalukan oleh Djambil, yang menolak untuk menikahi Ipah. Depati Amir menuntut pembayaran denda adat sebesar 24 ringgit. Masalah ini menurut birokrasi kolonial seharusnya diajukan kepada jaksa kepala (hoofddjaksa) Abang Arifin ndi Pangkal Pinang, tetapi Depati Amir menuntut untuk membicarakan hal tersebut dengan residen F. Van Olden.

Disebabkan oleh berlakunya peraturan monopoli perdagangan timah (tin reglement) pada 1819, menimbulkan sejumlah penyimpangan, kecurangan dalam tata niaga timah yang dalam prakteknya melemahkan perekonomian rakyat. Ditambah dengan penyelundupan dan penjarahan parit-parit tambang timah oleh para perompak di sekitar perairan Pulau Bangka, turut menyebabkan kesengsaraan warga, apalagi ada keharusan melaksanakan kerja paksa (heerendiensten).

Perlawanan Depati Amir, tidak hanya karena masalah berkaitan dengan kehormatan keluarga, ‘penghinaaan martabat’ oleh pihak penguasa kolonial, melainkan ada keinginan yang kuat untuk memperjuangkan dan melawan eksploitasi kolonial atas kekayaan alam Bangka Belitung terutama timah.

Perlawanan Depati Amir dibantu adiknya bernama Cing atau Hamzah sebagai Panglima perang dan beberapa panglima perang lainnya, berpusat di Kampung Tjengal. Dengan dukungan dari sejumlah demang dan batin maka perlawanan Depati Amir meluas ke berbagai wilayah di sepanjang pantai timur Bangka: Terentang, Ampang, Toboali, Jebus, Sungailiat. Dimulai dari distrik Merawang dengan mendapat dukungan dari warga setempat dan juga sejumlah warga komunitas Tionghoa, penambang Tionghoa yang disebut Kepala Parit, seperti; Parit Kampung Air Duren, Parit Serut, Parit Singli Bawah dan seorang Letnan Tionghoa di Merawang, serta Tionghoa Muslim. Dengan bantuan pihak Tionghoa ini, Depati Amir berhadap mendapatkan pasokan senjata dari Singapura. Bantuan juga datang dari para lanun yang memasok senjata, diperolah dari Mindanao, Lingga dan Palembang.

Pertempuran sengit terjadi pada Desember 1848 di beberapa tempat; Lukok, Cepurak, Mendara, Memadai, Ampang dan Tadjaubelah, dimana Depati Amir memimpin langsung perlawanan. Depati Amir menjalankan praktik perang gerilya yang amat menyulitkan pihak militer kolonial, ditambah lagi pasukan pemerintah Hindia-Belanda mendapat serangan penyakit yang disebut “Demam Bangka”.

Kesulitan pemerintah kolonial memadamkan perlawanan Depati Amir disebabkan oleh adanya persaingan antara pihak birokrasi sipil dengan kekuatan militer yang mengakibatkan strategi militer pemerintah kolonial tidak efektif.

Maka perlawanan Depati Amir baru dapat ditumpas sesudah dilakukan taktik menohok dari belakang, yaitu dengan memberi sejumlah uang ganjaran sebesar 1.000 dollar Spanyol kepada 7 orang pimpinan dan 36 anggota barisan. Disebabkan oleh kekurangan logistik, kelelahan fisik dalam menjalankan perang gerilya, maka pada tanggal 7 Januari 1851 dalam kondisi sakit Depati Amir tertangkap di distrik Sungaiselan.

Tanpa proses pengadilan, tetap berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia-Belanda, 11 Februari 1851 No. 3, Depati Amir diputuskan untuk diasingkan ke Kupang bersama dengan keluarganya dan sejumlah pemimpin barisan yang setia kepadanya. Sekalipun masih ada beberapa pengikutnya yang turut memimpin perlawanan, pada akhirnya mereka juga ditangkap. Sebagian dari mereka dibuang ke Ambon, Banda, Ternate, termasuk warga Tionghoa yang turut dalam barisan Depati Amir melawan pemerintah kolonial.

Selama di pengasiangan, Depati Amir bergiat aktif sebagai penasehat perang bagi Raja-Raja Timor yang juga sedang berjuang melawan penguasaan kolonial disamping kegiatan mengembangkan agama Islam di wilayah Timor (Solor, Adonara, Lomblen, Pantar, Flores) dan Pulau Sumba.

Kesimpulan

Masa perlawanan Depati Amir berlangsung cukup lama, 1830 – 1851 dan berhasil menyertakan gabungan warga lokal dan komunitas ‘asing-pendatang’ (penambang Tionghoa). Walau taktik perang gerilya tidak cukup menimbulkan perlawanan yang massif, menyeluruh dan berakibat pada masalah logistik yang melemahkan barisan Depati Amir. Tetapi kualitas perlawanan Depati Amir dan efek yang ditimbulkannya menyebabkan konflik internal dalam birokrasi pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Konflik antara pihak militer dan birokrasi sipil juga turut membantu keberlangsungan perlawanan Depati Amir cukup lama, lebih dari 20 tahun. Sesuai UU No. 20 Tahun 2009, tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Pasal 25 dan Pasal 26, Depati Amir memenuhi syarat umum dan syarat khusus untuk dijadikan sebagai Pahlawan Nasional.

IKATAN KELUARGA PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA

Meneguhkan Persatuan Bangsa yang Berdaulat, Adil, dan Makmur

WEB TERKAIT

Informasi

Hubungi Kami

Kementerian Sosial, Gedung C, Lantai Dasar
Jl. Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat
IKPNI.com merupakan situs resmi yang diakui oleh Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia. Seluruh konten serta opini dalam situs ini berdasarkan fakta-fakta yang tersedia, namun tidak mewakili pendapat Inspira Mediatama. Konten dalam situs ini sebaiknya tidak dijadikan dasar oleh pembaca dalam mengambil keputusan komersial, hukum, finansial, atau lainnya. Pada artikel yang sifatnya umum, pembaca disarankan mencari pendapat dari profesional sebelum menanggapi dan mengoreksi konten informasi yang dipublikasi jika mungkin tidak sesuai dengan pandangan pembaca. Publisher tidak bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian yang tayang, bagaimanapun disebabkan. Website ini dibuat untuk IKPNI dengan hak cipta. Kepemilikan merek dagang diakui. Dilarang menyalin, menyimpan, atau memindahkan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari publisher.
1
"Hallo, Admin. Website IKPNI."
Powered by