Menu

HOS Tjokroaminoto: Anak Buruh Si Penyusup

Semaoen menanamkan ideologi komunis ke Sarekat Islam. Benih konflik dengan Tjokro.

Bangunan seluas dua kali pangan tenis itu tampak compang-camping. Bagian atapnya terkoyak, sehingga sinar matahari leluasa menerobos masuk. Paduan cat putih dan hijau pada dindingnya pudar termakan zaman. Halaman depan rumah itu, yang terletak di Kampung Gedong,  Kelurahan Sarirejo, Semarang Timur, dipenuhi rumput liar.

Pada pintu masuk rumah yang belasan tahun tidak dirawat itu tergantung papan putih bertulisan “Yayasan Balai Muslimin Indonesia”. “Dulu rumah ini bekas anggota SI Merah,” kata bekas anggota SI Semarang, Abdul Rosyid, kepada Tempo“.

SI Merah yang dimaksudkan Rosyid tak lain adalah SI dibawah kepemimpinan Semaoen. Dicap “SI Merah”, kata Rosyid, karena Semaoen berhaluan komunis sekaligus Ketua Perhimpunan Komunis Indonesia. Alhasil banyak kader SI Semarang yang juga menganut paham komunis. “Saya tidak termasuk kader SI Merah, tapi SI Tjokroaminoto,” kata pria 85 tahun itu jumawa.

Semaoen bergabung dengan Sarekat Islam, “SI Surabaya”, pada 1914. Saat itu usianya 14 tahun. Di kota ini, menurut sejarawan Anhar Gonggong, anak buruh kereta api itu bertemu dengan Tjokro, yang keturunan priyayi. Karena sikap sosialis, Semaoen, yang sebelumnya aktivis buruh kereta api, banyak belajar kepada Tjokro. “Tjokro ini mentor Semaoen,” kata Anhar.

Menurut penulis An Age in Motion: Popular Radicalism in Java 1912-1926, Takashi Shiraishi, Semaoen belajar kepada Tjokro soal politik  dan cara menjadi orator. Tjokro bukan satu-satunya guru bagi Semaoen. Di Surabaya, ia juga menimba ilmu ke Sneevliet. Menurut Shirashi, pertemuan Semaoen dengan Sneevliet terjadi di Surabaya pada awal 1915.

Datang ke Surabaya pada awal 1913, Sneevliet menbawa ideologi komunis dari Belanda. Di Surabaya, Sneevliet bekerja di sebuah harian Belanda. Setahun kemudian, ia pindah ke Semarang, menjadi sekretariat di sebuah perusahaan Belanda.

Di Semarang, Sneevliet mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) untuk menyebarkan komunisme di Indonesia. Sneevliet juga aktif menjadi editor surat kabar Vereniging van Spoor Tramweg Personeel (VSTP) atau Serikat Buruh Kereta Api dan Trem, yang bermarkas di Semarang.

Menurut Shiraishi, Semaoen terkesan pada Sneevliet karena tidak bermental kolonial. Dari Sneevliet, Semaoen belajar bahasa Belanda. Selain itu, ia belajar pergerakan dari Sneevliet dengan cara bergabung ke ISDV. Pada 1916, Semaoen pindah ke Semarang untuk menjadi propagandis di VSTP.

Di Semarang, menurut sejarawan Universitas Diponegoro, Dewi Yulianti, Semaoen bergabung dengan SI Semarang, yang saat itu dipimpin Mohammad Joesoef. SI Semarang didirikan Joesoef pada tahun 1914. Dalam sejumlah pustaka disebutkan Semaoen sengaja disusupkan ke Sneevliet ke SI Semarang untuk menyebarkan komunisme di organisasi itu.

Pada 6 Mei 2967, kata Dewi, kepemimpinan SI Semarang pindah ke Semaoen. Pergantian ini bermula dari isu yang digulirkan Semaoen agar SI Semarang bergabung dengan Komite Kebebasan Pers, yang dibentuk Sneevliet. Joesoef menentang usul itu. Tapi Semaoen didukung mayoritas  anggota. Dua bulan kemudian, dalam pemilihan Ketua SI Semarang, Joesoef kalah suara oleh Semaoen. “Terpilihnya Semaoen menunjukkan kemenangan kelompok radikal,” kata Dewi.

Di bawah Semaoen, SI Semarang berkembang pesat, Gerakannya tidak lagi pada kelas menengah-atas, melainkan aktif mengorganisasi buruh dan nelayan. Anggota SI Semarang terus bertambah, terutama dari kalangan buruh. Bersama temannya di SI Semarang, Alimin dan Darsono, Semaoen juga mempelopori aksi mogok buruh di kota itu.

Setelah memimpin SI Semarang, Semaeon kerap berselisih paham dengan pemimpin Sarekat Islam, Tjokro. Semaoen mengkritik Tjokro, yang masuk menjadi anggota Volksraad atau Dewan Rakyat bentukan Belanda. Semaoen mencibir Tjokro sebagai antek Belanda. Ini membuat Tjokro naek pitam. “Akhirnya Tjokro mundur dari Volksraad,” kata Ismail Djaelani, bekas pengurus Partai Sarekat Islam Indonesia.

Semaoen dan Tjokro juga berebut pengaruh di SI. Beberapa kali Semaoen melancarkan aksi mogok di kongres. Mmenurut Djaelani, karena pengaruh Semaoen sudah mengakar, Tjokro memilih kompromi. Semaoen dipilih menjadi komisaris dan propagandis organisasi.

Puncak perselisihan keduanya terjadi pada kongres SI di Surabaya pada 1921. Dalam kongres ini, Tjokro memimpin pengambilan keputusan disiplin partai dan melarang kader partai memiliki organisasi lain. Semaoen, yang saat itu menjadi Ketua Perhimpunan Komunis Indonesia, berang “Semaoen memilih hengkang dan mengubah SI Semarang menjadi Sarekat Rakyat,” kata Dewi. Pada 1920, Semaoen mengambil alih ISDV dan mengganti namanya menjadi Partai Komunis Indonesia.

IKATAN KELUARGA PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA

Meneguhkan Persatuan Bangsa yang Berdaulat, Adil, dan Makmur

WEB TERKAIT

Informasi

Hubungi Kami

Kementerian Sosial, Gedung C, Lantai Dasar
Jl. Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat
IKPNI.com merupakan situs resmi yang diakui oleh Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia. Seluruh konten serta opini dalam situs ini berdasarkan fakta-fakta yang tersedia, namun tidak mewakili pendapat Inspira Mediatama. Konten dalam situs ini sebaiknya tidak dijadikan dasar oleh pembaca dalam mengambil keputusan komersial, hukum, finansial, atau lainnya. Pada artikel yang sifatnya umum, pembaca disarankan mencari pendapat dari profesional sebelum menanggapi dan mengoreksi konten informasi yang dipublikasi jika mungkin tidak sesuai dengan pandangan pembaca. Publisher tidak bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian yang tayang, bagaimanapun disebabkan. Website ini dibuat untuk IKPNI dengan hak cipta. Kepemilikan merek dagang diakui. Dilarang menyalin, menyimpan, atau memindahkan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari publisher.