Tiga Fakta Mengenai Ade Irma Suryani, Anak dari Jenderal Abdul Haris Nasution yang Gugur Tertembak Cakrabirawa
Tiga Fakta Mengenai Ade Irma Suryani, Anak dari Jenderal Abdul Haris Nasution yang Gugur Tertembak Cakrabirawa
Kisah Ade Irma Suryani disampaikan oleh salah satu keponakannya, Marina Edyarti di kanal YouTube Ahmad Nowmenta Putra, Keep History Alive.
Ade Irma Suryani adalah anak Jenderal Abdul Haris Nasution yang ditembak oleh Pasukan Cakrabirawa pada G 30 S PKI tahun 1965 silam. Saat itu, Pasukan Cakrabirawa yang mengepung rumah Jenderal Abdul Haris Nasution di Menteng, Jakarta Pusat, menghujani rumah tersebut dengan peluru. Ade Irma Suryani yang saat itu digendong oleh adik dari Jenderal Abdul Haris Nasution tertembak dan terluka parah. Anak perempuan kedua Jenderal Nasution dan Johanna Sunarti tersebut harus menahan luka tembakan selama beberapa hari hingga akhirnya meninggal pada 6 Oktober 1965.
Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai Ade Irma Suryani Nasution dituturkan dari salah seorang keponakannya, Marina Edyarti Nugroho dari kanal YouTube @AhmadNowmentaPutra Keep History Alive.
1. Ade Irma Suryani Baru Dua Bulan Masuk TK Saat Kejadian G 30 S
Dalam wawancara dengan Ahmad Nowmenta Putra, Marina Edyarti Nugroho menceritakan bahwa saat kejadian tersebut, Ade Irma Suryani Nasution saat itu baru berusia 5 tahun. Bahkan, dua bulan sebelum kejadian G 30 S, Ade Irma Suryani baru saja menikmati bangku TK secara resmi. Nama TK tempat Ade Irma Suryani belajar kemudian diubah oleh pemilik TK tersebut yang juga merupakan sahabat dari Johanna Sunarti Nasution. TK tersebut akhirnya dinamakan TK Ade Irma Suryani demi mengenang anak perempuan yang menjadi perisai Jenderal Abdul Haris Nasution tersebut.
2. Hendrianti Nasution, Kakak dari Ade Irma Suryani Mengalami Trauma yang Berkepanjangan
Peristiwa G 30 S PKI menyisakan luka tersendiri bagi keluarga yang ditinggalkan para korban, termasuk kakak dari Ade Irma Suryani, yakni Hendrianti Saharah Nasution yang merupakan ibu dari narasumber Marina Edyarti Nugroho. Dalam wawancaranya dengan Ahmad Nowmenta Putra, Marina menceritakan bahwa ibunya, Hendrianti Nasution mengalami trauma berkepanjangan akibat peristiwa G 30 S PKI yang terjadi pada 1965 itu. Pada kejadian tersebut, Hendrianti Nasution memang menyaksikan Ade Irma Suryani berdarah-darah digendong oleh ibu mereka, Johanna Nasution. Hendrianti Nasution juga menemani Ade Irma Suryani di rumah sakit bersama ibu mereka selama beberapa hari hingga akhirnya dia harus kehilangan adik satu-satunya tersebut. Tidak hanya itu, Hendrianti Nasution juga menjadi salah satu saksi terakhir yang bertemu dengan Pierre Tendean, ajudan Jenderal Nasution yang akhirnya dibunuh di Lubang Buaya. Trauma ini masih dibawa oleh Hendrianti bahkan hingga anak pertama Jenderal Nasution tersebut sudah memiliki anak.
“Aku nganterin mamaku sampai aku gede tuh ke psikiater, psikolog, gitu, karena itu traumatis yang luar biasa,” cerita Marina Edyarti yang jadi saksi trauma yang dialami sang ibu selama beliau hidup.
Bahkan hingga sebelum Hendrianti Nasution meninggal pada tahun 2021, dia masih mengingat dengan jelas peristiwa-peristiwa yang dialaminya pada dini hari, 1 Oktober 1965 tersebut.Sejak Ade Irma Suryani meninggal, Johanna Sunarti Nasution pernah mengatakan bahwa anak pertamanya itu sering pingsan setiap kali melihat foto sang adik dan mengingat darah Ade Irma di rumah tersebut.
Ade Irma Suryani memang sangat dekat dengan kakak satu-satunya yang lebih tua 8 tahun darinya tersebut. Di beberapa wawancara Hendrianti Nasution ketika beliau masih hidup, sang kakak masih mengingat bahwa Ade Irma Suryani jadi gemar memakai baju tentara dan menyanyikan lagu Gugur Bunga beberapa hari sebelum kejadian G 30 S PKI.
3. Makam Ade Irma Suryani Jadi Satu-Satunya Makam yang Tidak Direlokasi Ketika Pembangunan Kantor Walikota Jakarta Selatan
TPU Blok P, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan adalah lokasi di mana Ade Irma Suryani dimakamkan. Pada tahun 1997, TPU Blok P dialihfungsikan menjadi Kantor Walikota Jakarta Selatan. Marina Edyarti menceritakan bahwa saat itu, Jenderal Abdul Haris Nasution dan Johanna Sunarti hanya pasrah kepada Allah dan sudah merencanakan untuk memindahkan makam Ade Irma Suryani ke tempat lain. Namun, saat itu, Hendrianti Nasution shocked, menangis, dan sampai minum obat penenang karena makam sang adik membawa kenangan yang sangat mendalam baginya.
“Itu yang bisa nenangin hanya Opa sama Oma,” terang Marina Edyarti yang saat itu masih berusia remaja dan kurang dapat memahami betapa berartinya makam Ade Irma Suryani bagi sang ibu.
Akhirnya, mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin dan B.J. Habibie menyampaikan pada pemerintah agar makam Ade irma Suryani tidak dipindah. Bahkan, Ali Sadikin menegaskan bahwa Jenderal Abdul Haris Nasution berjuang untuk negara dan putrinya gugur karena peristiwa bersejarah di Indonesia. Akibat negosiasi dari Ali Sadikin dan B.J. Habibie, pemerintah Indonesia saat itu pun luluh dan mengizinkan makam Ade Irma Suryani menjadi satu-satunya makam yang tidak direlokasi.