Tirto Adhi Soerjo, RM
Pada masanya, kebanyakan golongan bangsawan bekerja sebagai pegawai negeri karena dianggap sebagai suatu pekerjaan yang dapat memerintah. Jarang sekali golongan bangsawan melanjutkan ke sekolah dokter karena dianggap sebagai pekerjaan pengabdian, seperti yang dilakukan R.M. Tirto Adhi Soerjo. Apa yang dilakukan R.M. Tirto Adhi Soerjo dengan melanjutkan ke sekolah dokter dapatlah dianggap sebagai hal yang luar biasa.
Pada tahun 1894 – 1895 (pada usia 14 s/d 15 tahun), R.M. Tirto Adhi Soerjo sudah mengirimkan berbagai tulisan ke sejumlah surat kabar terbitan Betawi. Sehingga kitapun dapat melihat bahwa ia telah biasa dan menyukai bidang tulis menulis hanya saja dalam bahasa Belanda dan Jawa.
Pada tahun 1888 – 1897, R.M. Tirto Adhi Soerjo mulai membantu Chabar Hindia-Belanda. Selanjutnya ia membantu Pembrita Betawi pada tahun 1884 – 1916. R.M. Tirto Adhi Soerjo kemudian menjadi pembantu tetap Pewarta Priangan, terbitan Bandung dan karena hanya berumur pendek ia kembali membantu harian Pembrita Betawi.
Pada tahun 1903, R.M. Tirto Adhi Soerjo melalukan perjuangan melalui surat kabar yang dipimpinnya, Soenda Berita, pers pribumi pertama, yang terbit di Cianjur. Berhubung surat kabar tersebut dimodali, dikelola dan diisi oleh tenaga pribumi maka R.M. Tirto Adhi Soerjo dapat dikatakan sebagai pionir pers pribumi.
R.M. Tirto Adhi Soerjo kemudian juga berjuang melalui surat kabar Medan Prijaji, yang diterbitkannya dengan modal sendiri, dikelola melalui NV pribumi pertama dan merupakan surat kabar dengan visi nasional yang pertama di Nusantara.
Melalui surat kabar Medan Prijaji ini, R.M. Tirto Adhi Soerjo memperkenalkan cikal bakal nasionalisme dengan memperkenalkan istilah “anak Hindia”. R.M. Tirto Adhi Soerjo juga menyadarkan masyarakat Indonesia tentang hakekat penjajahan yang sangat merugikan bangsa dan berusaha melakukan perlawanan terhadap ketidak-adilan yang dilakukan pemerintah kolonial.
R.M. Tirto Adhi Soerjo telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara. Selain itu, dapat dikatakan bahwa dengan mempelopori pers nasional, R.M. Tirto Adhi Soerjo telah menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Perjuangannya melalui surat kabar sempat membuatnya dibuang pemerintah kolonial sebanyak dua kali yaitu ke Teluk Betung dan Ambon.
Selain berjuang melalui surat kabar, R.M. Tirto Adhi Soerjo yang juga berjuang melalui Sarekat Dagang Islamiyah, dimana keduanya memiliki jangkauan lua dan berdampak nasional. Sarekat Dagang Islamiyah sendiri adalah cikal bakal Sarekat Islam yang pada puncak kejayaannya memiliki anggota sebanyak hampir dua juta orang dari berbagai pelosok Nusantara.
Mengingat dharma bhaktinya sebagai wartawan yang telah merintis pertumbuhan dan perkembangan pers nasional Indonesia, R.M. Tirto Adhi Soerjo pun kemudian dinyatakan sebagai Perintis Pers Indonesia pada tahun 1973 oleh Dewan Pers RI.