Menu
PAHLAWAN NASIONAL

Syam’un, Brigjen K.H

5 April 1894 - 28 Februari 1949
Berdasarkan:

Riwayat Hidup

Pernah menjabat sebagai Bupati Serang (Januari 1946 – Maret 1949). Dilahirkan di Citangkil, Cilegon, Banten pada tanggal 15 April 1883 (versi arsip nasional – Gunseikanbu 2604) dan/atau Rajab 1310 H atau Januari 1893 (versi arsip nasional – dikutip Machdum Bachtiar) dan/atau 5 April 1894 (versi P.B. Al Khairiyah) dan wafat di Gunung Cacaban, Cilegon, 2 Maret 1949, dimakamkan di Desa Kamasan, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten. Ayahnya bernama K. Alwiyan dan ibu nya adalah Hj. Siti Hajar Binti K.H. Wasid. Mempunya 5 orang istri; Hj. Nafisah, Hj. Adawiyah, Hj. Hasun, Hj. Fauziyah, Hj. Mahdiyah dan dikaruniai 5 orang anak; Rahmatullah, Ahmad Athoullah, Fathullah, Aboelchoer Qosid dan Abdul Karim.

Berasal dari keluarga religius, secara silsilah, Beliau adalah cucu Kiai Wasjid, penggerak pemberontakan 1888 di Cilegon melawan penjajah Belanda. Brigjen K.H. Syam’un belajar di lingkungan kiai dari pesantren ke pesantren, tetapi pada 1905 – 1910 beliau bermukim di Mekah mendalami ilmu agama, dilanjutkan ke Universitas Al Azhar Kairo, Mesir (1910 – 1915), kembali lagi ke Mekah sebagai “tenaga pengajar” di Masjidil Haram, tetapi kemudian memilih kembali ke tanah air pada tahun 1915.

Riwayat Perjuangan

Ruang lingkup perjuangan Brigjen K.H. Syam’un adalah Banten sebagai bagian integral Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Banten memiliki posisi strategis dalam perjuangan nasional, baik dalam merebut kemerdekaan melawan penjajahan Belanda, maupun dalam mempertahankan NKRI. Para pendahulu Brigjen K.H. Syam’un yang berasal dari Banten merupakan tokoh yang memiliki jasa besar bagi Indonesia, apabila ditelusuri rekam jejak perjuangannya. Misalnya, Sultan Ageng Tirtayasa yang secara gigih malawan penjajah. Banten yang dikenal religius dan menghasilkan banyak ulama – pejuang yang gigih dalam pembentukan nasionalisme (jaringan ulaman Nusantara) dan perjuangan merebut serta mempertahankan kemerdekaan, memiliki posisi yang sangat strategis dalam koridor perjuangan nasional yang berpusat di Jakarta. Peristiwa – peristiwa yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya seringkali, tidak dapat dilepaskan dari konteks peran serta tokoh dan warga Banten.

Karena posisi dan kedudukannya yang strategis dalam perjuangan nasional itulah, maka Soekarno – Hatta khawatir, manakala kejadian di Banten paska-proklamasi dapat berkembang secara liar, sehingga berbuah pada pemisahan Banten dari NKRI. Pada poin selanjutnya di bawah ini, akan dijelaskan konteks keterkaitannya dengan Brigjen K.H. Syam’un yang telah berjasa dalam meyakinkan Pemerintah Negara Indonesia di bawah Presiden Soekarno bahwa Banten memberikan dukungan sepenuhnya. Seusai menimba ilmu di mancanegara (Mekah dan Kairo), Brigjen K.H. Syam’un tiba di tanah air, beliau mendirkan pesantren al Kuttab (Pesantren Citangkil) yang berkembang menjadi Madrasah Al-Khairiyah. Beliau menjadikan pesantrennya tidak saja agar para santri menguasai ilmu agama, tetapi juga menanamkan jiwa patriotic, anti penjajah dan cinta tanah air (hubbul watah minal iman, yang popular di kalangan NU, dimana Brigjen K.H. Syam’un tercatat sebagai Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Serang pertama kali pada tahun 1927).

Brigjen K.H. Syam’un merupakan kiai atau ulama yang tidak sekedar berada di pondok pesantren, tetapi juga mengusir penjajah. Perjuangan militer dilakukan dengan bergabungnya Brigjen K.H. Syam’un dalam pasukan yang dibentuk Jepang, yakni Pembela Tanah Air (PETA) pada periode 1942 – 1945 sebagai komandan batalyon (daidancho). Setelah tentara Jepang menyerah pada Sekutu, Beliau menjadi Komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Karisidenan Banten pada September 1945 sebagai Ketua, sekaligus berperan dalam pengusiran tentara Jepang di Banten. Hal ini penting, menandai babak baru sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia; ketika Jepang kalah dalam Perang Pasifik sebagai bagian integral dari Perang Dunia II, maka para pejuang nasional memperoleh momentum yang baik untuk segera merealisasikan kemerdekaan Indonesia.

Ketika Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Brigjen K.H. Syam’un menjabat sebagai Panglima TKR Divisi 1000/I (Oktober 1945 – Mei 1946). Beliau berperan penting dalam menumpas Gerakan Dewan Rakyat (Oktober 1945 – Januari 1946). Gerakan Dewan Rakyat yang dipimpin Tje Mamata atau Mohammad Mansur, tokoh yang pada tahun 1926 pernah menjadi sekretaris PKI cabang Anyer, pada 28 Oktober 1945 menangkap Bupati Serang Hilman Djajaningrat dan memenjarakannya; menyerbu Datasemen Polisi Serang, dan merebut jawatan-jawatan vital (Jawatan Pos, Telepon, Listrik). Pada 30 Oktober 1945, Brigjen K.H. Syam’un menyatakan seluruh Karisidenan Banten siap mempertahankan kedaulatan Republik, rakyat Banten hanya mengakui Presiden Soekarno sebagai pemimpin negara Indonesia merdeka.

Menyikapi desas-desus Banten akan melepaskan diri dari Indonesia (terutama karena ada tekanan dan terror dari Gerakan Dewan Rakyat), Soekarno dan Hatta datang ke Banten pada tanggal 9 – 10 Desember 1945. Di hadapan ribuan rakyat, Soekarno dan Hatta mendesak agar Gerakan Dewan Rakyat dibubarkan. Hal ini menandakan adanya kekhawatiran yang luar biasa dari Soekarno-Hatta apabila Banten, yang memiliki posisi strategis dan telah menjadi bagian integral dari Negara Republik Indonesia dalam keadaan kacau balau dan akhirnya lepas menjadi negara sendiri.

Kehadiran dan imbauan Soekarno-hatta kepada rakyat Banten diatas, justru menuai reaksi Gerakan Dewan Rakyat. Gerakan kaum komunis ini malah menjadi-jadi dalam melancarkan terror dengan menculik dan membunuh mantan Bupati Lebak RT. Hardiwinangoen. Selain terror mereka diarahkan pada yang pro-pemerintah, kepolisian dan tentara, juga kepada rakyat kebanyakan. Fenomena ini mengancam keutuhan dan masa depan Negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan oleh Soekarno – Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Menyikapi kondisi tersebut Kolonel Brigjen K.H. Syam’un sebagai Panglima TKR yang notabene merupakan kekuatan bersenjata mendapat mandat untuk menumpas Gerakan Dewan Rakyat. Dengan menggerakkan pasukannya, Brigjen K.H. Syam’un berhasil membebaskan Bupati Serang yang ditahan; menyerang seluruh markas Dewan Rakyat; membebaskan Letkol. Entol Ternaja (Komandan Resimen TKR) dan Oskar Koesoemaningrat (Kepala Polisi). Pasukan Brigjen K.H. Syam’un juga berhasil menangkap anggota Dewan Rakyat, mengejar dan menangkap Tje Mamat dan diserahkan ke Komandemen I / Jawa Barat di Purwakarta dan kemudian dibawa ke Yogyakarta. Tentu saja, apabila dilihat dari sini, Beliau sangat berhasil dalam mengatasi keadaan. Kendatipun demikian, Brigjen K.H. Syam’un tidak selamanya berkiprah dalam karir ketentaraannya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang tengah melakukan ikhtiar profesionalisasi kelembagaan militer.

Dalam perkembangannya, Brigjen K.H. Syam’un juga berperan dalam pembentukan pemerintahan, dipercaya menjabat sebagai Bupati Serang (Januari 1946 – Maret 1949). Selama menjadi Bupati, beliau konsisten menjaga dan menegaskan bahwa Banten bagian dari Negara RI. Dalam konteks ini dapat dicatat bahwa tidak mudah menjadi Bupati di era transisi kemerdekaan dari masa penjajahan Belanda ke alam kemerdekaan. Ancaman fisik datang dari berbagai arah; satu sisi Belanda masih ingin berkuasa kembali di Indonesia, dan disisi lain terdapat Gerakan Dewan Rakyat yang gencar melakukan teroro anti-Negara Republik Indonesia dibawah Presiden Soekarno.

Pada 23 Desember 1948, Belanda memasuki Banten. Brigjen K.H. Syam’un sebagai Bupati Serang dan para pegawainya terkurung di kantor Bupati. Tetapi malam hari bisa meloloskan diri, dan lantas Beliau bergerak bergabung dengan tentara yang dipimpin Letnan Muda Chaidir, yang bergerilya di Gunung Cacabn Anyer hingga meninggal karena sakit di Gunung Cababan, Cilegon (2 Maret 1949). Memperhatikan kisah ini, tampak bahwa perjuangan Brigjen K.H. Syam’un begitu berat dan penuh tantangan. Beliau menjabat sebagai Bupati, tidak dalam masa normal, tetapi dalam masa revolusi kemerdekaan, ketika bangsa Indonesia di berbagai daerah menghadapi serangan-serangan militer yang dilancarkan oleh pasukan Belanda yang kembali ke Indonesia. Brigjen K.H. Syam’un punya keterikatan erat dalam konteks nasional. Beliau tidak sekedar berjuang dalam lingkup Banten untuk tetap dibawah Republik Indonesia di bawah Presiden Soekarno, tetapi juga punya kontribusi penting dalam konteks perjuangan nasional;

  • Beliau bagian dari jaringan ulama Nusantara yang menumbuhkan bibit nasionalisme. Jaringan ulama nusantara pada masa kolonial Belanda tidak dapat dilepaskan dari posisi strategis para ulama Banten di Timur Tengah dengan tokoh kharismatik sepanjang masa yakni Syeh Nawawi al-Bantani sebagai ulama berpengaruh.
  • Beliau mengirim kader-kadernya sekolah ke Al-Azhar, membangun jaringan nasionalisme Indonesia, di mana Abdul Fatah Hasan yang dikirim ke Kairo berkecimpung dalam Perhimpunan Indonesia Raya yang dipimpin oleh Hatta di Belanda. Hal ini membuktikan bahwa Brigjen K.H. Syam’un mampu melakukan kaderisasi para pejaung perintis kemerdekaan yang berkontribusi penting dalam perjuangan nasional.
  • Beliau mengirim kader/tokoh Al Khairiyah (Abdul Fatah Hasan) sebagai anggota BPUPKI dan KNIP (1945 – 1948); kader lainnya, Muhammad Syadeli Hasan, ialah anggota KNIP. Jadi dengan demikian Brigjen K.H. Syam’un berkontribusi dan terkoneksi dengan jaringan dan kepentingan nasional pada masa formatif kemerdekaan RI. Hal ini, tentu tidak semata-mata terkait dengan kedekatan, wilayah Banten dengan Jakarta secara geografis, tetapi jauh lebih penting ketimbang itu ialah adanya kader-kader pejuang yang memiliki kompentensi yang memadahi sebagai tokoh-tokoh yang mampu berpikir secara konseptual dan bertindak secara nasional dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
  • Dikaitkan dengan kontribusinya dalam bidang pendidikan, maka Al Khairiyah sebagai lembaga pendidikan yang didirikan oleh Brigjen K.H. Syam’un telah berkembang setidaknya di tingkat regional atau quasi-nasional (Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Jakarta – kendati juga ada di Kalimantan Barat). Tidak sekedar itu, ikhtiarnya untuk berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa sejak masa penjajahan Belanda, bukanlah ikhtiar yang sederhana, tetapi prinsipil dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa.

Kesimpulan

Brigjen K.H. Syam’un adalah representasi rakyat Banten untuk Indonesia dalam kepahlawanannya. Beliau memiliki rekam jejak kepahlawanan yang jelas, bahwa ruang lingkup perjuangannya tidak sebatas secara fisik di Banten, tetapi bergema dan memiliki kontribusi secara nasional. Beliau telah melakukan tugasnya dengan baik, sehingga menambah keyakinan Soekarno-Hatta dalam mempertahankan Negara Republik Indonesia dari ancaman Gerakan Dewan Rakyat yang melakukan teror-teror yang bertujuan membentuk wilayah sendiri yang terpisah dari Negara Republik Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Brigjen K.H. Syam’un memiliki jejak perjuangannya yang lengkap dalam pengertian memiliki sikap dan semangat yang tinggi anti – penjajah dan nasionalisme (cinta tanah air). Beliau mengekspresikan hal tersebut melalui pendekatan pendidikan (membangun pesantren), perjuangan bersenjata (memiliki posisi penting dalam PETA, Panglima BKR dan TKR) dalam mempertahankan Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno – Hatta, berkontribusi di pemerintahan (Kabupaten Serang); serta mengirimkan kader-kader terbaiknya dari Banten dalam proses kemerdekaan Negara Indonesia. Sesuai UU No. 20 Tahun 2009, tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Pasal 25 dan Pasal 26, Brigjen K.H. Syam’un memenuhi syarat umum dan syarat khusus untuk diajukan sebagai Pahlawan Nasional.

————————————————-

Mengenal Ki Syam’un dan Nilai-nilai Kepahlawanannya

sejarah kepahlawanan KH. Syam’un seorang panglima militer, alumni Universitas Al Azhar Mesir dan Pengajar ta’lim keislaman di Madjidil Haram Mekkah serta cucu dari Pahlawan dan Panglima Perang Pemberontakan Geger Cilegon 1888 KH. Washid, sejarahnya merupakan penafsiran berdasarkan data, fakta, dokumen, bukti bukti yg kemudian disusun dalam naskah akademik serta kemudian di legitimasi oleh gelar pahlawan nasional, yg dari sejarah tersebut banyak hikmah dan pelajaran yg bisa diambil, diantaranya nilai nilai yg terkandung didalamnya.

Diantara historikal amaliyah Brigjen KH syam’un yg bisa saya rangkum sbg misi perjuangannya yang sekaligus dijadikan misi amaliyah Ormas Nasional Islam Al-khairiyah adalah sbb :

1. Misi Dakwah Mencerdaskan Ummat melalui pendidikan dgn bukti didirikannya Nahdlotusy Syubanul muslimin ( Kebangkitan Pemuda Islam ) di Cilegon pada tahun 1916, Pesantren Al khairiyah pada tahun 1925 serta HIS ( Hollandsch Inlandsch Shool) pada tahun1930. Saya berpendapat, beliau meyakini bhw melalui pendidikan maka ummat dapat dibangun kesadaran intelektual, kesadaran religius dan kesadaran ideologinya yang kemudian di pesantren Al-khairiyah tsb banyak melahirkan para ulama, profesor, politisi dsb diantaranya Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, santri angkatan 1960 – 1963

2. Misi Membangun Keberdayaan Ekonomi Ummat dengan bukti di dirikannya koperasi yg kemudian diberi nama Coeperatie Boemi Poetera pada tahun 1927 sebagai bentuk keberfihakan KH. Syam’un terhadap pribumi dan upaya mengimbangi ( baca : perlawanan ) kebijakan politik apartheid yg berdampak pada dominasi dan monopoli ekonomi non pribumi kepada pribumi sbg akibat atau konsekuensi stratifikasi sosial era kolonial yg menempatkan kelas sosial berdasarkan ras. Dgn urutan kelas pertama bangsa Belanda dan Eropa, kelas kedua bangsa China, jepang dsb, kelas ketiga bangsa Arab dan kelas ke empat adalah pribumi yg di bagi lagi menjadi pribumi Jawa dan non Jawa.

Hal tersebut diatur secara hukum oleh Pasal 162 juncto Pasal 131 Indische Staatregeling (IS) yang berlaku sejak 1926.

Saya berpendapat, beliau meyakini bhw dgn Keberdayaan rakyat dibidang ekonomi mk kemakmuran dan kemandirian ekonomi rakyat dapat di wujudkan.

3. Cinta Tanah Air dengan bukti sbg panglima militer yakni panglima divisi I TKR di Banten dan Bogor yang berdasarkan pembentukan divisi-divisi TKR di pulau Jawa sbb :

1. Divisi I TKR, Kolonel KH. Syam’un, wilayah Banten dan Bogor bermarkas di Serang.
2. Divisi II TKR Kolonel Asikin, wilayah Jakarta Cirebon bermarkas di Linggardjati.
3. Divisi III TKR Kolonel Arudji, wilayah Priangan bermarkas di Bandung.
4. Divisi IV TKR, Jenderal Mayor GPH Djatikusumo ( KASAD pertama ), wilayah Pekalongan, Semarang dan Pati bermarkas di Salatiga
5. Divisi V TKR Kolonel Soedirman ( Panglima Besar ), wayah Kedu dan Banyumas bermarkas di Purwokerto
6. Divisi VI TKR Kolonel Sudiro, wilayah Madiun dan Kediri bermarkas di Kediri.
7. Divisi VII TKR, Djenderal Major Jonosewojo, wilayah Bojonegoro, Surabaya dan Madura, bermarkas di Mojokerto.
8. VIII TKR, Djenderal Major Imam Sudja’i, Wilayah Malang dan Besuki bermarkas di Malang
9. Divisi IX TKR Djenderal Major RP. Sudarsono, wilayah Yogyakarta
10. Divisi X TKR, Kolonel Sutarto, wilayah Surakarta.

Selain sbg Panglima Divisi TKR, Beliau merangkap sbg Kepala Pemerintahan Daerah sbg Bupati pertama era Republik, Panglima Daerah Pertahanan I yg aktif melakukan upaya mempertahankan Pancasila dan UUD 45, NKRI dalam Perang Revolusi dan penumpasan sel sel komunis di Banten, hingga wafatnya dalam keadaan bergerilya.

Bahkan murid beliau yang bernama KH. Abdul Fatah Hasan beliau utus sbg anggota BPUPKI yang bersidang pada tanggal 14 Juli 1945 yang membahas UUD 1945 dan memberikan saran pembahasan tentang hak kebebasan beragama sbg hak asasi yg harus dijamin oleh negara.

Dari sejarah misi perjuangannya tsb, dapat menarik kesimpulan berupa nilai nilai, diantara nilai nilai yg harus menjadi pantangan dan nilai nilai tradisi bagi warga Al khairiyah yang tersebar di 674 cabang dan 10 Propinsi di Indonesia, diantaranya :

1. Jangan sekali kali membodohi orang lain jika tidak bisa mencerdaskannya.
2. Jangan sekali kali memiskinkan orang lain jika tidak bisa membangun keberdayaan ekonominya.
3. Jangan sekali kali merusak agama, bangsa dan negara jika tidak bisa mencintainya.

Nilai nilai tradisi Al khairiyah :
1. Tarekat Ngajar
2. Kaum Moderat

IKATAN KELUARGA PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA

Meneguhkan Persatuan Bangsa yang Berdaulat, Adil, dan Makmur

WEB TERKAIT

Informasi

Hubungi Kami

Kementerian Sosial, Gedung C, Lantai Dasar
Jl. Salemba Raya No. 28, Jakarta Pusat
IKPNI.com merupakan situs resmi yang diakui oleh Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia. Seluruh konten serta opini dalam situs ini berdasarkan fakta-fakta yang tersedia, namun tidak mewakili pendapat Inspira Mediatama. Konten dalam situs ini sebaiknya tidak dijadikan dasar oleh pembaca dalam mengambil keputusan komersial, hukum, finansial, atau lainnya. Pada artikel yang sifatnya umum, pembaca disarankan mencari pendapat dari profesional sebelum menanggapi dan mengoreksi konten informasi yang dipublikasi jika mungkin tidak sesuai dengan pandangan pembaca. Publisher tidak bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian yang tayang, bagaimanapun disebabkan. Website ini dibuat untuk IKPNI dengan hak cipta. Kepemilikan merek dagang diakui. Dilarang menyalin, menyimpan, atau memindahkan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari publisher.
1
"Hallo, Admin. Website IKPNI."
Powered by