Soekardjo Wirjopranoto
Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Hukun, Soekardjo Wirjopranoto bekerja sebagai pegawai pemerintah. Mula-mula di pengadilan Negeri Purwokerto, kemudian dipindahkan ke Magelang. Berselisih dengan pimpinannya, ia dipindahkan ke Lumajang, kemudian ke Malang dan diangkat sebagai anggota Majelis Hakim.
Tahun 1929, ia keluar dari dinas pemerintahan Belanda dan ikut berjuang dalam pergerakan nasional, mendirikan kantor pencacara “Wisynu”, masuk Budi Utomo, dan menjabat sebagai Ketua Cabang Malang. Pada tahun 1937, diangkat menjadi anggota Volksraad termasuk anggota Fraksi Nasional di bawah pimpinan M.H. Thamrin bersama R.P. Soeroso, Otto Iskandardinata, dan Moh. Nur yang selalu memperjuangkan kepentingan rakyat dengan kritikannya terhadap pemerintah kolonial.
Ketika Budi Utomo dan FBI dilebur menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) pada tanggal 24 Desember 1935, Soekardjo ditunjuk sebagai salah seorang komisaris dalam Pengurus Besar Parindra, kemudian mengetuai Departemen Propaganda. Di samping itu, ia juga aktif dalam pendirian dan perjuangan gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Pada zaman Jepang, partai politik dilarang sehingga Soekardjo menjadi jurnalis memimpin surat kabar “Asia Raya” yang mempunyai oplah terbesar saat itu. Pada tahun 1943, Soekardjo diangkat menjadi Ketua Muda Jawa Shinbun Kai, yaitu gabungan surat kabar di Jawa serta diangat menjadi anggota BPUPKI. Sesudah proklamasi kemerdekaan, Soekardjo menjadi anggota Yayasan Dharma yang menerbitkan majalah “Mimbar Indonesia” di Jakarta. sebelum agresi militer II, Soekardjo ditangkap Belanda dan dikirim ke Yogyakarta karena majalahnya dianggap membahayakan politik Belanda.
Pada tahun 1950, setelah terbentuknya Negara Kesatuan RI, Soekardjo diangkat menjadi Duta Besar RI di Vatikan merangkap Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh Republik Indonesia di Italia. Kemudian ditarik ke tanah air menjabat Kepala Direktorat Asia pasifik di Departemen Luar Negeri. Dia lalu ditugaskan menjadi Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh Republik Indonesia di Republik Rakyat Cina, merangkap Kepala Perwakilan Diplomatik pada Pemerintah Rakyat Mongolia. Pada tahun 1960, dia diangkat menjadi wakil tetap RI di PBB pada saat bangsa Indonesia sedang berjuang mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Ahli hukum yang diplomat ini mengawali debutnya sebagai pegawai pemerintah. Tulisan-tulisannya yang tajam di berbagai media menjadi momok tersendiri bagi Belanda. Jurnalis yang sukses sejak tahun 1950 ini diangkat menjadi duta besar dan duta besar luar biasa di berabgai negara, pertanda bahwa Presiden Republik Indonesia saat itu amat mengandalkannya.