Sahardjo, SH., Dr
Karena tertarik untuk mengabdikan diri kepada perjuangan bangsanya, sewaktu mengikuti pendidikan AMS B, Sahardjo telah ikut aktif dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPI). Sahardjo menggabungkan diri di dalam Perguruan Rakyat yang didirikan oleh kaum pergerakan pribumi. Sahardjo diberikan kepercayaan oleh Partai Indonesia (Partindo) untuk membimbing dan menguji calon-calon Pengurus Partindo di Jawa Barat.
Dengan semangat dan cita-cita yang tinggi untuk menjadi ahli hukum, Sahardjo meneruskan pendidikannya di Rechts Hoge School (RHS) dan diselesaikan pada tahun 1941. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Sahardjo menjabat Kepala Bagian Hukum dan Tata Negara Kementerian Kehakiman selama 10 tahun dan selama itu Sahardjo menghasilkan banyak Undang-Undang Hukum Nasional antara lain UU Kewarganegaraan Indonesia tahun 1947 dan 1958 serta UU Pemilihan Umum tahun 1953.
Pada tahun 1950 menjelang Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri, Sahardjo mendapat tugas merencanalan UUD RIS, kemudian pada tahun 1958 diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman. Setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 diangkat menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja I, II, dan III. Selanjutnya diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri bidang dalam negeri. Sewaktu menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Sahardjo memperjuangkan penegakan Hukum Nasional dengan memberikan perlindungan hukum dan hak asasi kepada rakyat Indonesia sebagai manusia seutuhnya yang diwujudkan dalam simbol/atribut pengayoman berupa pohon beringin dan diakui sebagai Lambang Hukum Nasional.
Atribut tesebut telah disematkan di dada Presiden RI Bung Karno sebagai lambang bahwa Presiden RI adalah pelindung hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Para pelanggar hukum tidak lagi disebut sebagai “orang-orang terhukum” tetapi dengan istilah “narapidana”. Istilah “Pembela” diganti menjadi “Pengacara”, Bui atau penjara diubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan yang berarti bahwa narapidana selain diberi seluruh hak-hak asasi juga diberikan pendidikan yang bermanfaat, agar kelak dapat diterima kembali oleh masyarakat. Dan oleh karena prestasi-prestasinya itu, Sahardjo mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia di Jakarta.
Nilai Kepribadian Luhur yang dimiliki
Memperjuangkan penegakan hukum nasional bagi bangsa Indonesia dengan pandangan-pandangan, gagasan dan konsep baru hukum nasional yang memberikan perlindungan hukum dan hak asasi kepada seluruh rakyat Indonesia sebagai manusia seutuhnya. Sahardjo seorang pejuang hukum sejati yang profesional dan memberikan manfaat pejuang yang sebesar-besarnya bagi negara, bangsa dan rakyat Indonesia. Pada waktu Sahardjo wafat, Presiden RI yang hadir beserta seluruh anggota Kabinet Kerja seusai sidang mengatakan di depan jenazah Sahardjo “Hier ligt een man, die nooit aan zich zelf gedacht heft” yang artinya “di hadapan saya terbaring seorang laki-laki yang tidak pernah memikirkan dirinya sendiri”.