Pangeran Mohammad Noor, Ir. H.
Riwayat Hidup
Pernah menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga. Dilahirkan di Martapura pada tanggal 24 Juni 1901 dan wafat di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1979 dan dimakamkan di Komp. Makam Sultan Adam, Martapura, Banjar, Kalimantan Selatan. Ayahnya bernama Pangeran Ali dan ibu nya adalah Ratu Intan Binti Pangeran Kesuma Giri. Menikah pada awal 1920-an dengan wanita yang benama Gusti Aminah binti Gusti Mohamad Abi serta dikaruniai 11 orang anak; Gusti Mansuri Noor, Gusti Rizali Noor, Gusti Mazini Noor, Gusti Rusli Noor, Gusti Darmawan, Gusti Didi Noor, Gusti Hidayat Noor, Gusti Arifin Noor, Gusti Suriansyah Noor dan Gusti Adi Darmawan Noor.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Rakyat di Amuntai tahun 1911, kemudian ke HIS di Banjarmasin (1917) dan HBS di Surabaya (1923) dan THS Bandung (1927). Selama di Bandung berteman dengan Soekarno dan aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota Jong Islamieten Bond tahun 1925. Menjelang kemerdekaan ia terpilih sebagai anggota BPUPKI sebagai wakil dari Kalimantan.
Riwayat Perjuangan
Sesudah kemerdekaan antara 1945 – 1950, Pangeran Mohammad Noor menjadi Gubernur 1 Kalimantan yang pada awalnya berkedudukan di Jakarta kemudian pindah ke Yogyakarta. Sebagai gubernur ia merangkap menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Selain itu pada waktu yang bersamaan ia juga diangkat sebagai Wakil Menteri Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Pada tahun 1950 – 1956, Pangeran Mohammad Noor menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dan antara 1956 – 1959 menjadi Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Karya.
Pada tahun 1968 sampai 1973, ia diangkat sebagai anggota DPA merangkap sebagai anggota DPR/MPR. Selanjutnya pada tahun 1971 – 1977 diangkat sebagai anggota DPR/MPR dari Golkar mewakili daerah Kalimantan.
Atas jasa-jasanya, pada tanggal 8 Agustus 1973, Pangeran Mohammad Noor dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama Kelas III. Selain itu pada tanggal 19 Juni 1971, ia juga menerima penghargaan dari Yayasan Dr. Yose Riza di Manila, Filipina.
Pangeran Mohammad Noor adalah salah seorang anggota BPUPKI. Dalam buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 karya Mohammad Yamin tertulis “Tuan Mohammad Noor” atau tertulis “Mohd. Noor”.
Setelah Indonesia merdeka, dimana pada awalnya dibentuk 8 provinsi, maka Gubernur pertama untuk Borneo (Kalimantan) adalah Ir. Pangeran Mohammad Noor. Selaku Gubernur pertama, ia membentuk staf antara lain; Gusti Ibrahim, Masri, Nachli, Imansyah, M. Saleh Abdurachman, Gusti Malioner, Gusti Charidji Kesuma, Gusti Mayor dan lain sebagainya.
Semula kantor Gubernur Kalimantan berkedudukan di Jakarta. Pada bulan Oktober 1945, Gubernur Pangeran Mohammad Noor beserta stafnya dengan kapal Merdeka berangkat ke Banjarmasin melalui Surabaya. Namun malang kapal yang ditumpanginya terperangkap pasukan Sekutu yang sedang melancarkan serangan ke Surabaya. Sehingga upaya untuk menempati pos gubernur di Kalimantan tertunda.
Karena pemerintah RI pindah ke Yogyakarta, Gubernur Kalimantan untuk sementara ikut pindah ke Yogyakarta dan berkedudukan di Jalan Pakualam 2. Di Yogyakarta, Pangeran Mohammad Noor melatih para pelajar Kalimantan untuk diterjunkan di medan perang. Setelah dirasa cukup, para pemuda dikirim ke Kalimantan untuk menyerang pos-pos musuh.
Pada 20 Oktober 1945, ia berperan dalam pembentukan pasukan MN 1001. Namanya menjadi sebutan abadi pasukan MN 1001 (Mohammad Noor, seribut satu). Selama di Yogyakarta, Pangeran Mohammad Noor mengirim rombongan pasukan bersenjata dengan perahu-perahu dari pelabuhan di pantai utara Jawa ke Kalimantan. Setiap rombongan dikepalai seorang pemimpin. Salah satu rombongan MN 1001 dipimpin Mustapha Ideham. Rombongan diberangkatkan dengan kereta api dari Solo ke pelabuhan Probolinggo (Jawa Timur). Pada tanggal 17 Februari 1946 dari Probolinggo diberangkatkan lima perahu yang seluruhnya memuat 60 orang yang bersenjatakan lengkap. Mereka tiba di Batakan, Kalimantan Selatan pada tanggal 7 April 1946. Rombongan MN 1001 berikutnya dipimpin oleh Mayor Tjilik Riwut selaku Komandan. Selanjutnya pasukan lain bergerak susul menyusul ke Kalimantan.
Pangeran Mohammad Noor juga mencetuskan gagasan tentang pasukan payung (para troops) yang akan diterjunkan di Kalimantan sebagai salah satu cara menembus blockade laut Belanda.
Ia juga membentuk Yayasan Dharma dan kemudian menjadi Ketua Yayasan ini bersama dengan Sukarjo Wirjopranoto dan Prof. Dr. Soepomo. Tiga serangkai tersebut meluncurkan majalah Mimbar Indonesia. Terbit pertama kali di daerah pendudukan Belanda di Jakarta pada tanggal 10 November 1947. Majalah ini merupakan media pencerahan tentang arti kemerdekaan dalam wadah NKRI.
Pangeran Mohammad Noor adalah pemrakarsa gagasan proyek Sungai Barito (Barito River Project). Ia merampungkan pembangunan PLTA Riam Kanan di Kabupaten Banjar. Ia juga pemrakarsa Proyek Pasang Surut untuk meningkatkan usaha transmigrasi di Trans Sumatra Waterway dan Kalimantan Coastal Canal. Pangeran Mohammad Noor merupakan pemraksarsa proyek perluasan persawahan pasang surut. Sejak tahun 1974 proyek ini masuk ke dalam program pemerintah.
Ia juga mengajukan gagasan “Proyek Tiga Serangkai” yang terdiri dari tiga proyek one package deal yaitu pembangunan sebuah pelabuhan khusus untuk kayu dengan segala fasilitasnya; pembangunan sebuah industrial/real estate yang akan menjadi daya Tarik bagi penanaman modal di Kalimantan Selatan; dan pembangunan Banjarmasin by pass yang menghubungkan pelabuhan dengan daerah pedalaman.
Kesimpulan
Pangeran Mohammad Noor telah berjuang bersama-sama rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu telah dimulai sejak ia masih kuliah di THS Bandung. Ia ikut terlibat menjadi anggota Jong Islamieten Bond. Sebuah organisasi kepemudaan yang ikut berjuang menyatukan gerakan pemuda yang masih berbeda-beda visinya menjadi satu visi yaitu Indonesia Merdeka.
Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, sebagai Gubernur Kalimantan yang berkedudukan di Yogyakarta, ia melakukan pelatihan militer kepada para pemuda Kalimantan untuk kemudian diterjunkan ke medan perang menghadapi Belanda di Kalimantan. Setelah menjadi Gubernur, Pangeran Mohammad Noor melakukan pekerjaan yang banyak membawa kemajuan pembangunan di Kalimantan secara keseluruhan dan khususnya Kalimantan Selatan. Atas kerja kerasnya dan pengabdiannya, Kalimantan mengalami kemajuan. Sesuai UU No. 20 Tahun 2009, tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Pasal 25 dan Pasal 26, Pangeran Mohammad Noor memenuhi syarat umum dan syarat khusus untuk diajukan sebagai Pahlawan Nasional.