Mas Mansur, K.H
Setelah menyelesaikan pendidikan di Al-Azhar pada tahun 1915, Mas Mansur tiba kembali di tanah air, tidak ke Surabaya tetapi singgah di Yogyakarta, bersilaturahmi dengan K.H. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah. Pada tahun 1920, menerbitkan majalah “Le Djinem” yang mensuarakan “Arinam” yang artinya adik muda atau angkatan muda, majalah Yournal Etude, dan majalah Proprietoir yang semuanya berbahasa Jawa dengan huruf Arab, lalu masuk Muhammadiyah dan mendirikan cabang di Surabaya yang diketuainya. Kemudian diangkat menjadi konsul untuk Jawa Timur pada Kongres ke-26 Muhammadiyah pada tahun 1937 terpilih sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dijabatnya selama 6 tahun (1937-1943).
Tahun 1926 menjadi ketua MAIHS (Mu’tamar al Alam al islam Far’ul Hindisy-Syaqiyah), kemudian menjadi ketua HOH (Haji Organisasi Hindia). Pada tahun 1937, mengetuai Majelis Islam tertinggi yang kemudian berkembang menjadi MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia). Di samping itu juga menjadi anggota Pengurus Besar PARII (Partai Islam Indonesia) pada tanggal 24 Desember 1938 dan pada tahun 1941 menjadi Ketua MRI (Majelis Rakyat Indonesia)
Kepemimpinannya tidak hanya diakui oleh kelompok agama, tetapi juga oleh kaum Pergerakan Nasional. Pemerintah Belanda menawarkan jabatan sebagai Ketua Hoofd Van Islamietische Zaken yaitu lembaga tinggi tentang urusan agama Islamn dengan gaji 1000 gulden, tetapi ditolaknya.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Dikenal sebagai ahli dalam ilmu tasawuf, ilmu tauhid, ilmu kalam, falsafah, dan mantiq. Sebagai seorang mubalig, K.H. Mas Mansur pandai berpidato dan mahir pula menulis. Sebagai seorang ulama besar yang berilmu luas mengenai agama Islam, K.H. Mas Mansur berwatak dan berbudi luhur dan sangat disegani. Selama berjuang dan memimpin perjuangan umat Islam, K.H. Mas Mansur banyak sekali menyumbangkan buah pikiran berupa pidato-pidato dan tulisan-tulisan di berbagai majalah da surat kabar. Seorang pemimpin agama yang nasionalismenya cukup kental.