Kiras Bangun (Garamata)
Salah satu putra terbaik bangsa yang lahir di Kampung Batu Karang, Kecamatan Payung Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara pada tahun 1852. Kiras Bangun tak pernah mendapat pendidikan formal, diangkat sebagai Ketua Adat Karo Lima Senina dana kemudian menjadi Penghulu Lima Senina di Batu Karang.
Kiras Bangun sering mejadi juru damai antar urung, pihak-pihak yang bersengketa menerima Kiras Bangun sebagai pendamai karena berwibawa dan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Di samping itu memiliki kemampuan untuk mempersatukan sejumlah raja dari daerah Telu Kuru, Si Empat Teran, Si Lima Selina Perbesi dengan Kuaia, Sepuluh Pitu Kuta dan Juhar.
Kiras Bangun diakui oleh Kepala Kampung sebagai Primusinterpose. Tahun 1901 Belanda menawarkan jabatan, uang dan senjata asal mau bekerjasama dan tahun 1902 Belanda mengirim pendeta namun ditolaknya. Hal ini menimbulkan kemarahan Belanda. Genderang perang dengan Belanda pun dibunyikan. Perjuangannya diisi dengan bermusyawarah Karo bekerjasama melalui lintas jaman, bergerilya dan terus bergerilya di berbagai tempat.
Kiras Bangun terus mencetak prestasi dalam perlawanannya terhadapa Belanda, giat mengumpulkan senjata, inti perjuangannya mengusir Belanda dari tanah Karo tercinta. Tahun 1905 menggerakkan perlawanan bersama orang Aceh namun sayang, tipu muslihat Belanda berhasil menangkapnya namun pada akhirnya dilepas di tahun 1909.
Setelah Batu Karang diduduki Belanda, 200 orang tentara Belanda lengkap dengan senjata mencari tokoh-tokoh Urung, terutama pimpinannya yaitu Kiras Bangun. Urung yang dikalahkan harus membayar kerugian Belanda. Tahun 1905, Kiras Bangun menggerakkan perlawanan dari Aceh Tenggara dari Dairi dengan taktik perang gerilya kemudia dengan tipu muslihat maka Kiras Bangun keluar dari persembunyiannya di Dair ternyata Belanda menangkapnya dan dibuang di Riung.
Tahun 1909 – 1919 dibebaskan dalam pengawasan Belanda. Tahun 1919 – 1926 Kiras Bangun memimpin gerakan bawah tanah di tanah Karo dibantu kedua anaknya. Tahun 1926 – 1942 terus berjuang melalui bidang kemanusiaan dan 22 Oktober 1942 meninggal dunia di Batu Karang.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Tokoh teladan yang pantas jadi panutan karena arif, tegas, berwibawa, konsisten, anti Belanda dan berkemampuan memimpin. Berjuang terus tiada henti dengan moto “Aras banci jadi namo, Namo banci jadi aras” (bagian lubuk bisa menjadi dangkal, dan dangkal bisa menjadi lubuk), artinya terus perang gerilya.