Sri Susuhunan Pakubuwana X
Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kajeng Susuhunan Pakubuwana X (Sri Susuhunan Pakubuwono X), lahir di Surakarta, 29 November 1866, dan meninggal di Surakarta pada 1 Februari 1939 pada umur 72 tahun. Ia adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1893 – 1939.
Pakubuwono X merupakan tokoh utama diantara sedikit raja-raja yang mendukung secara aktif pergerakan nasional. Ia mendirikan fasilitas kepada Sarekat Islam dan Budi Utomo untuk melakukan kegiatan di wilayah kerjaaan. Bahkan ia mengizinkan putranya, R.M.A. Wuryaningrat menjadi ketua Budi Utomo. Izin yang sama juga diberikannya kepada seorang kerabat Kraton, yakni Dr. Rajiman Wediodiningrat yang kelak pada tahun 1945 menjadi Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugu Peringatan 25 Tahun Kebangkitan Nasional (Tugu Lilin) yang didirikannya pada tahun 1933 merupakan pula bukti keberpihakannya kepada pergerakan nasional.
Dalam rangka menggalang persatuan yang berlingkup keindonesiaan, Pakubuwono X sering mengadakan perjalanan ke berbagai daerah yang berbeda budaya dan adat-istiadat, walaupun bukan tanpa pembatasan dari pemerintah Belanda. Dengan kata lain, Pakubuwono X sudah menganut pandangan lintas etnis.
Di lingkungan Kasunanan Surakarta, ia melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di bidang pendidikan, ia membangun banyak sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah agama. Ia juga memberikan beasiswa kepada kerabat Kraton untuk melanjutkan pendidikan di Eropa. Dalam rangka memajukan perekonomian, ia mendirikan dan merenovasi sejumlah pasar, mendirikan bank dan pabrik. Di bidang kesehatan, didirikan rumah sakit, poliklinik dan apotek serta memberikan bantuan kepada kerabat Kraton untuk mengikuti pendidikan kedokteran. Untuk memperlancar transportasi, stasiun kereta api direnovasi dan dibuka jalur baru, serta dibangun beberapa jembatan.
Pakubuwono X juga menyantuni warga yang kurang mampu dengan cara mendirikan panti jompo dan panti yatim piatu. Pakubuwono X juga berusaha melestarikan bangunan bersejarah, antara lain merenovasi bangunan-bangunan Kraton. Untuk mendorong pertumbuhan seni dan budaya, ia membuka Radya Pustaka untuk umum. Pakubuwono X memang tidak melakukan perlawanan terbuka terhadap Belanda. Ia menjaga hubungan baik dengan pemerintah kolonial ini. Hal itu dilakukannya agar dapat bertahan lebih lama sebagai raja, sehingga ia dapat pula lebih lama mengayomi rakyat.