I Gusti Ngurah Rai, Kol. TNI. ANM
Setelah tamat MULO dilanjutkan dengan pendidikan kemiliteran di Militer Cade School dengan spesialisasi alteri. Perjalanan hidupnya hampir sepenuhnya dihabiskan di Bali, memimpin perjuangan dengan merebut kemerdekaan di Bali, menikah dengan Ni Desa Putu Kari dan dianugerahi 3 orang putra yaitu I Gusti Ngurah Gede Yudhana, I Gusti Nyoman Tantra, dan I Gusti Ngurah Alit Yudha. Zaman Jepang Rai tidak mau masuk PETA karena rasa antipatinya pada penjajahan, bahkan membuat gerakan bawah tanah bernama “Gerakan Anti Fasis”.
Setelah menghimpun kekuatan pemuda untuk merebut kantor-kantor pemerintah Jepang di Bali, puncaknya diserahkannya kekuasaan Jepang kepada Gubernur Mr. Ketut Pudha. Dalam bidang militer, pemerintah Republik Indonesia menunjuknya sebagai pemimpin Resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil, yang kemudian namanya berubah menjadi Resimen Tentara Republik Indonesia (TRI) Sunda Kecil.
Rai juga sebagai pucuk pimpinan Markas Besar Umum Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia (MBU DPRI) Sunda Kecil. Hal ini menunjukkan bahwa Rai memiliki karisma yang tinggi untuk memimpin perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia di Bali dan Sunda Kecil (Nusa Tenggara). Gerakan perlucutan terhadap tentara Jepang di Bali pada tanggal 13 September 1945 gagal, karena pengkhianat bangsa yang menjadi mata-mata Jepang.
Konsolidasi dilakukan dan diputuskan untuk mengirim utusan ke Jawa bertujuan untuk mencari bantuan senjata, dan membicarakan status gerakan perjuangan kemerdekaan di Bali, dengan Markas Umum TKR Yogyakarta. Kembali ke Jawa, perang dengan Belanda yang telah kembali terjadi dengan taktik gerilya yang sangat merepotkan Belanda karena tidak mengetahui kondisi alam.
Pimpinan militer Belanda mencoba memancing perdamaian dengan Rai, namun Rai menolaknya dengan tegas. “Soal perundingan kami serahkan kepada kebijaksanaan pemerintah Republik Indonesia di Jawa, Bali bukan tempat perundingan diplomatik, dan saya bukan kompromis”, demikian surat balasan Rai atas surat yang dikirimkan oleh pimpinan militer Belanda.
Nilai Kepribadian Luhur yang Dimiliki
Putra Bali, gerilyawan yang kharismatik, anti kompromi, agresif, pendiri gerakan bawah tanah di zaman Jepang ini, seorang altileri putra Bali yang penuh strategi. Ekspresif dalam menghadapi penjajah dan tak kenal takut.